Namun ada juga yang mengadaptasinya secara moderat, dimulai dengan hanya memiliki perabot yang benar-benar dibutuhkan, menjual barang yang tidak begitu diperlukan, dan hanya menyimpan barang yang dianggap menambah nilai untuk kehidupan.
Ada juga yang beranggapan hidup minimalis bukan berarti harus membuang semua koleksi favorit yang didapat dengan susah payah, dan individu minimalis tetap boleh menyimpan barang-barang bagus yang disukainya.
Sehingga, konsep minimalis yang dipahami dan diadaptasi tiap individu yang menjalani gaya hidup tersebut bisa berbeda satu sama lain. Namun intinya, minimalis mengutamakan kepemilikan yang benar-benar membawa nilai bagi si pemilik.
Baik nilai fungsional ataupun nilai sentimental yang dapat membawa kebahagiaan bagi individu. Lalu bagaimana cara memulai hidup minimalis?
1. Ubah Mindset tentang Kepemilikan
Pola pikir tentang kepemilikan seringkali dianggap sepele, dan tanpa disadari dapat membuat seseorang menjadi hoarder. Tidak sedikit orang yang gemar menumpuk barang sulit untuk melepas barang-barang tersebut tanpa alasan rasional.
Barang-barang tidak penting itu disimpan karena rasa ‘eman’ atau rasa sia-sia berlebih saat melihat barang dalam kondisi bagus dilepas begitu saja, atau merasa suatu saat akan membutuhkannya (meskipun tidak jelas kapan ‘suatu saat’ itu akan terjadi).
Minimalisme bukan soal deprivation (ngirit ekstrem atau sengaja membatasi diri secara berlebihan), melainkan soal memilih sesuatu yang benar-benar memiliki nilai penting bagi kehidupan, baik secara mental ataupun fungsional.
Meskipun seorang minimalis tetap boleh menyimpan barang bernilai sentimental, bukan berarti Anda dapat menjadikannya sebagai peluang untuk membenarkan hoarding, lalu enggan melepas barang yang memang tidak pernah dipakai.
Keterikatan emosional pada barang-barang yang tidak fungsional, tidak penting, dan tidak pernah terpakai dalam kehidupan sehari-hari memang harus dikurangi.