Dalam hukum waris Islam yang diatur oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI), anak tiri tidak berhak menerima warisan dari orang tua tiri, karena mereka bukan ahli waris secara syariat (tidak memiliki hubungan darah). Hanya anak kandung, orang tua, dan saudara yang memiliki hak waris.
Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa “ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.”
Tidak hanya itu, dalam Pasal 171 KHI juga disebutkan bahwa hanya ada tiga sebab seseorang dapat mewarisi harta, antara lain:
- Sebab kekerabatan (qarabah) atau disebut juga sebab nasab (garis keturunan);
- Sebab perkawinan (mushaharah) yakni antara mayit dengan ahli waris ada hubungan perkawinan. Yang dimaksud adalah perkawinan yang sah menurut Islam masih utuh (tidak bercerai);
- Sebab memerdekakan budak (wala").
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa anak tiri tidak memiliki hak hukum untuk menerima warisan dari orang tua tiri mereka, kecuali ada kesepakatan atau perjanjian khusus yang dibuat sebelumnya.
Adapun anak tiri bisa memperoleh warisan jika orang tua tiri memberikan hibah (pemberian harta secara sukarela) kepada anak tiri, baik sebelum atau sesaat sebelum meninggal dunia. Jumlah maksimalnya yakni 1/3 dari seluruh harta warisan. Selain itu, orang tua tiri juga bisa membuat wasiat untuk anak tiri, yang jumlahnya tidak boleh lebih dari 1/3 harta kecuali seluruh ahli waris setuju untuk memberikan lebih.