Dalam hal ini, pemegang SHM memiliki hak penuh atas tanah tersebut, termasuk hak untuk menjual, menghibahkan, atau mewariskannya. SHM tidak memiliki batas waktu kepemilikan, berbeda dengan Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai.
Masyarakat bisa mengajukan perpindahan status dari HGB ke SHM sepanjang memenuhi syarat yang berlaku. Adapun beberapa syaratnya antara lain sebagai berikut.
- Mengisi formulir permohonan yang ditandatangani di atas meterai atau surat kuasa jika dikuasakan.
- Melampirkan fotokopi identitas pemohon, baik Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK), serta kuasa apabila dikuasakan.
- Melampirkan fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.
- Menyerahkan bukti bayar uang pemasukan pada saat pendaftaran hak.
- Melampirkan sertifikat HGB.
- Melampirkan izin mendirikan bangunan (IMB) atau surat keterangan kepala desa/lurah untuk rumah tinggal dengan luas maksimal 600 meter persegi.
Sementara itu, biaya perpindahan dari HGB ke SHM dikenakan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pendaftaran perubahan HGB menjadi SHM atau hak milik dikenakan biaya sebesar Rp50.000 per bidang tanah. Biaya Rp50.000 itu berlaku untuk status HGB dengan pemanfaatan rumah tinggal seluas maksimal 600 meter persegi. Tak hanya itu, biaya yang sama juga berlaku untuk perubahan HGB dengan pemanfaatan rumah toko seluas maksimal 120 meter persegi menjadi SHM.
Selain biaya pendaftaran tersebut, mengubah HGB menjadi SHM juga perlu mempersiapkan sejumlah biaya seperti Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), biaya pengukuran, dan biaya konstatering rapport untuk tanah lebih dari 600 m2.