Customer Due Diligence diwajibkan oleh banyak peraturan dan standar internasional, seperti:
- FATF (Financial Action Task Force) atau standar global untuk pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme;
- EU AMLD (Anti-Money Laundering Directive) atau regulasi Uni Eropa yang menetapkan standar CDD;
- regulasi masing-masing negara yang mewajibkan penerapan CDD, seperti PPATK di Indonesia;
CDD merupakan langkah esensial yang harus dilakukan guna menjaga keamanan dan kepatuhan dalam industri keuangan serta membantu memerangi berbagai bentuk kejahatan finansial.
Dilansir dari laman resmi OJK, beberapa situasi yang mengharuskan PJK melakukan prosedur CDD antara lain sebagai berikut.
- Adanya hubungan usaha dengan calon nasabah.
- Adanya transaksi keuangan dengan nilai paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000.
- Adanya transaksi transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan OJK terkait Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Di Sektor Jasa Keuangan.
- Adanya indikasi transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme.
- Adanya keraguan terhadap kebenaran informasi yang diberikan oleh calon nasabah, nasabah, penerima kuasa, dan/atau pemilik manfaat (beneficial owner).
Berikut beberapa komponen utama dalam Customer Due Diligence (CDD) yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan.
1. Identifikasi Pelanggan (Customer Identification)
Proses ini melibatkan pengumpulan informasi dasar mengenai pelanggan, seperti nama, alamat, tanggal lahir, nomor identifikasi (misalnya KTP atau paspor), dan informasi relevan lainnya. PJK harus memastikan bahwa pelanggan adalah orang atau entitas yang sah.