“Keunggulannya adalah, alat ini dapat memproses sampah organik menjadi pupuk dalam waktu yang cepat, yaitu empat minggu, tanpa menimbulkan bau tak sedap. Pembuatan pupuk organik tradisional membutuhkan waktu dua hingga tiga bulan. Pupuk yang dihasilkan Lavica dapat digunakan sendiri untuk tanaman atau dijual kepada kami,” kata mahasiswi Institut Teknologi Bandung ini.
Nada berharap dengan Lavica, masalah sampah organik dapat diatasi dimulai dari rumah dan memberi penghasilan bagi ibu (dan bapak) rumah tangga.
(foto: tangkapan layar Channel YouTube WWM)
Pada kategori Boga, Moh Afit Hariyanto dari Lamongan, menawarkan ide bisnis Cap Besi atau kecap dari biji trembesi. “Usaha Cap Besi, bukan hanya berorientasi profit, melainkan bagaimana bisa mengelola lingkungan dan memberdayakan masyarakat sekitar dengan mengembangkan usaha pangan sehat berbahan biji trembesi. “Usaha ini merupakan yang pertama di Indonesia yang mengolah biji trembesi menjadi bahan dasar kecap,” ujarnya.
Sedangkan pada kategori Sosial, Febiyani Santoso dari region Jakarta, mempresentasikan ide bisnis Jenergi. Ide bisnis ini adalah mengumpulkan minyak jelantah (minyak goreng bekas), untuk diolah menjadi sumber energi biodesel. “Jadi ide bisnis ini kami mengumpulkan waste oil kemudian kami jual ke pabrik pengolahan biodiesel production. Selain bisa jadi bahan bakar biodiesel yang dapat perbarui, juga jadi sabun cuci dan produk lainnya.
Ide bisnis ini memberi penghasilan juga menyelamatkan lingkungan dari pencemaran minyak jelantah yang berbahaya bagi lingkungan bila dibuang sembarangan,” tuturnya.