Saat menjabat, Presiden Soeharto mengeluarkan sebuah Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Pada masa tersebut, orang-orang Tionghoa merayakan upacara agama serta adat istiadat mereka secara tertutup atau bahkan tidak dilakukan sama sekali. Seluruh kegiatan tersebut hanya boleh dirayakan dalam lingkup keluarga dan ruangan tertutup.
Setelah Soeharto lengser dan KH Abdurrahman Wahid (Gusdur) menjadi Presiden, kebebasan kembali didapatkan oleh orang-orang Tionghoa. Gusdur mencabut Inpres yang dibuat oleh Soeharto dengan Keppres No.6/2000 tentang Pencabutan Inpres No.14/1967 pada 17 Januari 2000.
Pencabutan tersebut tentu disambut dengan meriah dan hangat oleh masyarakat Tionghoa. Mereka kembali mendapatkan kebebasan untuk merayakan berbagai perayaan keagamaan dan adat istiadat tanpa adanya larangan dari pemerintah.
Akhirnya pada 19 Januari 2001, Menteri Agama RI melalui Setjen Kemenag RI kala itu, Drs. H. Mubarok, menetapkan Keputusan No.13/2001 tentang Penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Itulah sejarah Imlek di Indonesia sejak kemerdekaan hingga ditetapkan menjadi hari libur nasional Indonesia.