Pohon yang juga dikenal sebagai Shajarat al-Hayat ini merupakan satu-satunya pohon besar di area gurun tersebut, sehingga menjadi atraksi wisatawan mancanegara. Dalam setahun, setidaknya ada 65.000 orang berkunjung ke gurun itu hanya untuk melihat pohon legendaris tersebut.
Orang banyak bertanya-tanya bagaimana pohon ini bisa bertahan hidup hingga ratusan tahun dengan curah hujan yang sangat minim. Banyak yang menduga akar yang tertanam sedalam 50 meter memungkinkannya untuk mendapatkan suplai air tanah yang cukup.
Ada juga yang berpendapat bahwa pohon ini ‘belajar’ mengekstraksi kelembaban dari butiran pasir untuk bertahan hidup. Namun tak sedikit yang beranggapan bahwa pohon ini dulunya adalah garden of eden, alias surga.
Pohon hayat tak hanya menjadi atraksi wisata. Resin yang dihasilkannya digunakan warga lokal untuk membuat lilin, wewangian, dan karet, sementara bijinya diolah menjadi makanan, selai, dan wine.
Itulah pohon hayat yang menjadi filosofi logo IKN Nusantara. Tak mengherankan bila Akbar Aulia memilih pohon ini sebagai simbol kehidupan dan keberagaman masyarakat Indonesia. (NKK)