IDXChannel – Perang Rusia dan Ukraina yang terjadi sejak Februari lalu berdampak tidak hanya pada ekonomi tetapi hubungan antar negara. Seperti hubungan China dan Amerika Serikat (AS) yang memanas sejak kunjungan Ketua Parlemen AS, Nancy Pelosi, ke Taiwan.
AS melalui Pentagon merilis laporan pada Selasa (29/11), yang menyebutkan pengembangan nuklir China begitu pesat. Bahkan, diperkirakan negara itu memiliki 1.500 hulu ledak nuklir pada 2035 mendatang.
Dikutip dari Reuters, dalam laporan itu pengembangan hulu ledak China masih sama seperti sebelumnya. Namun jumlah tersebut meningkatkan kekhawatiran AS atas langkah China dalam memperbanyak persenjataan nuklirnya.
Seorang pejabat senior pertahanan AS selama pengarahan berita tentang laporan tahunan Pentagon tentang militer Tiongkok mengatakan "Mereka memiliki pengembangan (hulu ledak) cepat yang agak terlalu substansial untuk dirahasiakan."
"Itu memang menimbulkan pertanyaan tentang apakah mereka agak bergeser dari strategi yang didasarkan pada apa yang mereka sebut sebagai pencegah yang minim dan efektif,” tambah pejabat senior tersebut.
Laporan itu, yang terutama mencakup kegiatan pada 2021 yang menyebut China memiliki persediaan nuklir lebih dari 400 hulu ledak. Dengan begitu, menurut pejabat itu perkiraan Pentagon masih tetap sama terhadap jumlah hulu ledak China yang berjumlah 1.000 dan menambahkan jumlah untuk tahun 2035.
China menjawab hal tersebut dengan mengatakan persenjataan nuklir miliknya tidak sebanding dengan AS dan Rusia. Mereka siap membicarakan hal itu dengan syarat AS mengurangi persediaan hulu ledak miliknya ke tingkat yang sama dengan China.
Menurut ilmuwan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), hulu ledak AS berjumlah 3.700 dengan 1.740 di antaranya disiagakan.
Pada Kongres Partai Komunis pada Oktober lalu, Presiden Xi Jinping mengatakan China akan memperkuat strategi pencegahan, istilah tersebut merujuk senjata nuklir. Selain hulu ledak nuklir, laporan itu juga berisi meningkatnya tekanan Chian terhadap Taiwan, negara yang dianggap memisahkan diri dari oleh China.
Meski begitu, pejabat AS mengatakan Washington tidak melihat adanya indikasi terjadi invasi di Taiwan dalam waktu dekat.
Penulis: Ahmad Fajar
(FRI)