Pada 2018, lantas dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Di mana, hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, kata Tanak, Catur Prabowo selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani oleh Trisna Sutisna.
"Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka CP dan tersangka TS agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP," ungkapnya.
"Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT AK Persero yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh tersangka CP dan tersangka TS," sambungnya.
Akibat perbuatan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekira Rp46 miliar.
"Saat ini tim penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," jelasnya.
(FRI)