"Masyarakat menganggap stimulus sebagai cara memperluas lapangan kerja dan menaikkan pendapatan. Motor listrik tidak menjawab hal itu. Subsidi ini justru menggerus APBN yang seharusnya bisa dipakai untuk program pengentasan kemiskinan," katanya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat biaya transportasi telah menggerogoti 30-40 persen pendapatan warga miskin kota. Bagi MTI, fakta ini menunjukkan bahwa subsidi motor listrik tidak menyentuh akar persoalan. Sebaliknya, subsidi angkutan umum diyakini langsung meringankan beban harian masyarakat.
"Subsidi angkutan umum adalah cara paling efektif untuk pengentasan kemiskinan struktural. Biaya transportasi yang dihemat bisa dialihkan untuk makan, pendidikan anak, atau biaya kesehatan. Ini stimulus riil yang berdampak langsung di akar rumput," lanjut Tory.
Sebagai solusi, MTI memberikan tiga rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, menghentikan subsidi motor listrik. Kedua, mengalihkan anggarannya untuk pembangunan, penyelenggaraan, serta pengelolaan angkutan umum.
Ketiga, menjadikan subsidi angkutan umum sebagai program prioritas nasional untuk pemulihan ekonomi sekaligus perlindungan sosial.
"Kami prihatin, pemotongan subsidi angkutan umum justru menggagalkan budaya baik yang sudah mulai tumbuh. Pemerintah pusat seharusnya memberi contoh dengan memperkuat layanan angkutan umum, bukan melemahkannya," ucap Djoko.
MTI menegaskan siap berdialog dengan pemerintah dan DPR untuk mendorong kebijakan transportasi yang pro-rakyat serta sejalan dengan visi pengentasan kemiskinan Presiden Prabowo Subianto.
(Febrina Ratna Iskana)