Selain direksi PT ASDP, KPK juga menetapkan pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie sebagai tersangka.
Kasus perkara ini dimulai pada 2014 di mana Adjie selaku pemilik PT JN menawarkan perusahaan miliknya untuk diakuisisi PT ASDP. Hanya saja, saati itu sebagai Dewan Direksi, Dewan Komisaris hingga Direksi PT ASDP tidak menyetujui penawaran Adjie.
Alasannya, PT ASDP menilai kapal-kapal yang dimiliki PT JN merupakan kapal berumur bahkan dalam segi ekonomis sudah tidak layak untuk diakusisi. Apalagi saat itu PT ASDP menetapkan rencana jangka panjang (RJP) untuk memfokuskan diri meningkatkan pelayanan atau kualitas pelayanan.
Pada 2017, PT ASDP melakukan pergantian Direktur Utama yang saat itu menunjuk Ira Puspadewi. Mengetahui pergantian itu, Adjie pun kembali menawarkan perusahaan miliknya untuk diakuisisi PT ASDP pada awal tahun 2018.
"Dan ternyata sepertinya gayung bersambut. Para Dewan Direksi yang pada saat itu cenderung orang-orang baru yang mengamini atau menyetujui terhadap proses tersebut," kata Plh Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi, Budi Sukmo.
Sepanjang 2018 penawaran masih dilakukan secara informal, hingga akhirnya pada 2019 PT JN melakukan penawaran tertulis untuk diakusisi PT ASDP.
Dalam proses ini PT ASDP juga membuat konsep berupa kerja sama usaha lantaran saat itu PT ASDP belum mempunyai aturan internal untuk mengakuisisi sebuah perusahaan.
"Pada saat itu memang aturan akuisisi di internalnya belum ada, sehingga dibuatlah suatu konsep berupa kerja sama usaha," ungkap Budi.
Dalam proses kerja sama ini, PT JN juga memanipulasi pendapatannya agar seolah-olah laporan keuangannya bernilai positif. Pada akhirnya PT ASDP dan PT JN pun menandatangani MoU kerja sama usaha pada Juni 2019.