Tujuan dari akad hibah ini adalah untuk membantu sesama, memperluas keberkahan harta, serta memperoleh rida Allah Swt. Dalam pelaksanaannya, akad hibah harus dilakukan dengan niat yang ikhlas, tanpa mengharapkan balasan atau imbalan dunia. Hibah dapat berupa harta bergerak maupun tidak bergerak, seperti uang, tanah, bangunan, kendaraan, perhiasan, atau aset lainnya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa harta yang akan dihibahkan harus dimiliki dengan sah oleh pemberi hibah, tidak berasal dari hasil penipuan, pencurian, atau kegiatan yang bertentangan dengan Syariah.
Rukun Hibah
- Pemberi (Al Wahib)
Rukun pertama dalam hibah, yaitu pemberi atau Al Wahib. Pihak yang disebut pemberi harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
Pemberi merupakan orang yang merdeka atau mampu. Hibah yang dilakukan oleh seorang budak dianggap tidak sah karena dia dan semua miliknya merupakan milik tuannya.
Pemberi merupakan seorang yang berakal sehat.
Pemberi sudah dewasa (baligh).
Pemberi merupakan pemilik sah barang yang dihibahkan. Dalam hal ini, tidak boleh menghibahkan harta orang lain tanpa izin karena si pemberi tidak memiliki hak kepemilikan terhadap barang yang bukan miliknya.
Penerima hibah (Al Mauhub lahu)
Sebenarnya tidak ada persyaratan tertentu bagi pihak penerima, hibah bisa diberikan kepada siapa pun yang dipilih oleh pihak pemberi. Namun, ada pengecualian yaitu apabila hibah terdapat anak di bawah umur atau orang yang tidak waras akal pikirannya, maka harus diserahkan kepada wali yang sah dari mereka.
- Barang yang dihibahkan (Al Mauhub)
Barang yang dihibahkan pun memiliki beberapa persyaratan yang berkenaan dengan harta yang dihibahkan, yaitu: