Bagaimana Jika Utang Pewaris Lebih Besar dari Harta Warisan?
Merujuk pada ketentuan Pasal 833 ayat (1) KUH Perdata, dijelaskan bahwa para ahli waris mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Dalam hal ini, ahli waris memiliki hak untuk memilih apakah ingin menerima harta waris secara murni, menerima dengan catatan, atau menolak warisan. Jika ahli waris memilih menerima secara murni, maka ia bertanggung jawab atas utang dari pewaris meskipun harta warisan yang diterimanya tidak mencukupi. Artinya, ia harus membayar semua utang pewaris.
Selanjutnya, jika seseorang menerima warisan dengan catatan, maka ia bertanggung jawab sebatas pada harta warisan yang diterimanya dan tidak pada utang pewaris. Artinya, ia bisa membayar utang pewaris dengan harta warisan yang diterimanya. Sementara itu, apabila seorang ahli waris menolak warisan, maka secara hukum ia bukan ahli waris dan penolakan tersebut harus dinyatakan secara tegas di kepaniteraan Pengadilan Negeri. Dengan begitu, ia tidak memiliki kewajiban untuk melunasi utang pewaris.
Adapun menurut hukum waris dalam Islam yang merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 175 ayat (2) tanggung jawab ahli waris terhadap utang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya. Jadi, jika utang pewaris lebih besar dari harta warisan, ahli waris hanya dibebani kewajiban membayar utang pewaris sebatas pada harta peninggalan pewaris. Ahli waris tidak diwajibkan untuk melunasi utang pewaris menggunakan harta pribadinya.
Dengan demikian, jika harta warisan tidak mencukupi untuk membayar utang pewaris, para ahli waris ini bisa menolak seluruh warisan atau membayar sebatas pada harta peninggalan pewaris.