Seperti dikutip dari laman LPPOM MUI, Prof. Dr. Ir. Sedarnawati menambahkan, berdasarkan pengamatan di beberapa industri, umumnya dipakai cara biotransformasi menggunakan mikroorganisme, yang diperbanyak dalam suatu media pertumbuhan. Media pertumbuhan memerlukan sumber karbon, sumber nitrogen, dan bahan-bahan lain yang harus diperiksa status kehalalannya.
Vitamin C sangat mudah teroksidasi sehingga pihak industri menggunakan matriks pelindung atau biasa dikenal dengan istilah coating agent, seperti gelatin. Gelatin diperoleh melalui hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari kulit dan/atau tulang hewan dengan pereaksi asam atau basa.
Untuk itu, jenis hewan dan cara penyembelihan hewan yang digunakan perlu mendapatkan perhatian dan dipastikan status kehalalannya.
Lebih lanjut, dari laman LPPOM MUI Chilwan Pandji juga menyebut obat dan suplemen mempunyai beberapa titik kritis haramnya, baik dalam bentuk herbal maupun yang kimiawi. Titik kritis yang harus dicermati, antara lain:
Bahan Baku
Bahan baku merupakan bahan utama pembuat obat dan suplemen. Bahan baku bisa berasal dari hewani dan nabati. Apabila bahan baku berasal dari babi beserta turunannya atau hewan yang belum tentu halal, maka sudah jelas, produk yang dihasilkannya pasti haram. Adapun apabila berasal dari hewan halal, maka harus dipastikan bersumber dari hewan yang disembelih secara syar’i.