Lebih lanjut dia menyampaikan, perbedaan tersebut merupakan hasil dari ijtihad yang sudah menjadi watak umat Islam dalam hal-hal yang menyangkut perbedaan dalam praktik menjalankan agama. Maka, Haedar meminta hal tersebut jangan dianggap sebagai sumber perpecahan.
"Jangan dianggap sebagai sumber yang membuat kita umat Islam dan warga bangsa lalu retak karena menyangkut ijtihad yang menjadi bagian dari denyut nadi perjuangan perjalanan umat Islam yang satu sama lain saling paham menghormati dan saling menghargai," katanya.
"Sehingga perbedaan apapun kalau itu terjadi justru semakin memperkokoh kita sebagai Muslim secara pribadi atau umat Islam secara kolektif," ujarnya.
Muhammadiyah, kata Haedar, menetapkan awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah menggunakan metode hisab wujudul hilal yang dipedomani dengan dasar Alquran, hadist nabi yang kuat ditambah ijtihad.
Sehingga pengambilan keputusan itu, kata Haedar, sungguh memiliki dasar keagamaan yang kuat bukan hanya bersifat rasionalitas ilmu semata.
"Jadi kuat dasar keagamaannya atau di dalam adalah syariahnya tetapi juga buat dalam ilmu penggunaan rasionalitas serta sebagai aspek keilmuan lainnya. Dengan demikian, ijtihad yang diambil oleh Muhammadiyah dengan wujudul hilal dapat dipertanggungjawabkan secara keagamaan keilmuan bahkan dalam kepentingan kemaslahatan umum," tutur dia.
Terakhir, ia berharap umat Islam dapat menjalankan momentum bulan puasa dan Lebaran secara khidmat.
"Jangan sampai soal hari lalu kita melupakan aspek hakiki dari ibadah itu maka pesan Muhammadiyah sambutlah Ramadan dan Idul Fitri dan Zulhijah itu dengan spirit ibadah untuk semakin membuat diri muslim Indonesia itu muslim yang hubungannya dengan Tuhan semakin dekat melahirkan kesalehan itu hal yang sangat hakiki," ujarnya.