IDXChannel - Persoalan riba pada era modern selalu dikaitkan dengan bunga bank. Namun, dalam kajian ulama fiqih klasik persoalan tersebut belum dijumpai di zaman mereka.
Menurut Syeikh Yusuf Al-Qardhawi yang dikutip dari Sindonews, Selasa (8/11/2022), hukum mengambil bunga di bank oleh penabung adalah riba yang diharamkan. Pasalnya, riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta.
Artinya, “bahwa apa yang diambil oleh seseorang tanpa melalui usaha perdagangan dan tanpa bersusah payah untuk mendapatkan sesuatu sebagai tambahan atas pokok hartanya, maka yang demikian itu termasuk riba.” jelas al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-fatwa Kontemporer" (Gema Insani Press).
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 278-279, Allah berfirman untuk hambanya agar menjauhi riba lalu bertaubat dari pengambilan riba itu dan hanya mengambil yang menjadi pokok hartanya saja.
Dalam hal ini kita harus berprinsip bahwa tambahan yang timbul darinya adalah riba. Tambahan yang dimaksud diperoleh dari persekutuan atas perkongsian, mudharabah, atau bentuk persekutuan dagang lainnya merupakan riba yang diharamkan.
Namun, “apabila dalam keadaan darurat, baik darurat individu maupun darurat ijtima'iyah, maka bolehlah dipungut bunga itu." Menurut pendapat Syeikh Syaltut.
Syaikh Syaltut memperluas makna darurat melebihi yang semestinya, yang mana beliau memfatwakan bahwa menabung di bank sebagai sesuatu yang lain dari bunga bank. Tetapi Al-Qardhawi tidak setuju dengan pendapat tersebut “ dan perluasan beliau ini tidak saya setujui”, ujarnya.
Karena perbandingan perolehan keuntungan yang tidak wajar antara pemilik modal dengan pengelola itu misalnya pengelola memperoleh keuntungan sebesar 80%-90% sedangkan pemilik modal hanya 5% atau 6% atau lepasnya tanggung jawab pemilik modal ketika pengelola mengalami kerugian, maka cara seperti ini menyimpang dari sistem ekonomi Islam meskipun Syekh Syaltut pernah memfatwakan kebolehannya.
Maka pertanyaannya apakah boleh mengambil bunga bank, saya jawab tidak boleh. Tidak halal baginya dan tidak boleh ia mengambil bunga bank, serta tidaklah memadai jika ia menzakati harta yang ia simpan di bank.
Lalu bagaimana langkah yang harus kita lakukan jika menghadapi kasus demikian?
Al-Qardhawi menjawab “segala sesuatu yang haram tidak boleh dimiliki dan wajib disedekahkan sebagaimana dikatakan para ulama muhaqqiq (ahli tahqiq)”.
Adapun sebagian ulama yang wara’ (sangat berhati-hati) berpendapat bahwa uang itu tidak boleh diambil meskipun untuk disedekahkan, ia harus membiarkannya atau membuangnya ke laut.
Dengan alasan, seseorang tidak boleh bersedekah dengan sesuatu yang buruk. Tetapi pendapat ini bertentangan dengan kaidah syar'iyyah yang melarang menyia-nyiakan harta dan tidak memanfaatkannya.
Harta itu boleh diambil dan disedekahkan kepada fakir miskin dan disalurkan pada proyek-proyek kebaikan atau hal-hal yang dipandang bermanfaat oleh si penabung bagi kepentingan Islam dan kaum muslimin. Karena harta haram itu bukanlah milik seseorang, uang itu bukan milik bank atau milik penabung, tetapi milik kemaslahatan umum.
Oleh sebab itu, janganlah seseorang mengambil bunga bank untuk kepentingan individu, dan jangan pula membiarkannya menjadi milik bank sehingga bank memanfaatkan hal ini karena tentunya akan memperkuat posisi bank dalam bermuamalat secara riba. Tetapi hendaklah ia mengambilnya dan menggunakannya pada jalan-jalan kebaikan.
(DES/ Rita Hanifah)