IDXChannel - Kinerja saham perusahaan pembuat chip di Asia mengalami penurunan setelah AS mengumumkan regulasi baru untuk membatasi penjualan teknologi semikonduktor ke China.
UU terbaru AS menyebutkan akan melarang perusahaan Amerika menjual chip tertentu yang digunakan untuk superkomputer dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kepada perusahaan China. Regulasi tersebut disampaikan pada hari Jumat (7/10), juga menargetkan penjualan dari perusahaan non-AS yang menggunakan peralatan dari Amerika.
Dilansir dari BBC perusahaan teknologi juga sedang dihadapkan dengan turunnya permintaan karena pergerakan ekonomi global yang melambat. Pada hari Selasa, harga saham dari TSMC, pembuat chip asal Taiwan, jatuh lebih dari 8%, sedangkan saham Tokyo Electron di Jepang turun mencapai angka 5,5%, dan saham Samsung Electronics Korea Selatan menurun hingga 1,4%.
Penurunan saham ini terjadi setelah pasar saham di Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan dibuka kembali pada hari Senin setelah sebelumnya ditutup karena adanya hari libur nasional. Selain itu, saham SMIC, pembuat chip terbesar di China yang berbasis di Hong Kong, juga mengalami penurunan saham mencapai 4%.
Di bawah peraturan baru ini, perusahaan AS yang bersangkutan perlu mengajukan perizinan untuk memasok peralatan yang dapat menghasilkan chip yang lebih canggih ke perusahaan pembuat Chip milik China. Pemerintah AS di Washington mengatakan, aturan tersebut bertujuan untuk membatasi kemajuan militer dan teknologi di China.
Amerika Serikat menutup Indeks Nasdaq yang menunjukkan level terendah sejak Juli 2020 pada hari Senin, dikarenakan saham pembuat chip seperti Intel, Nvidia, Qualcomm, dan Advanced Micro Devices jatuh.
Selain saham teknologi di Asia, saham teknologi di seluruh dunia juga terkena dampak dalam beberapa pekan terakhir karena terjadinya penurunan permintaan untuk produk elektronik mulai dari komputer hingga smartphone.
Pada hari Jumat, (7/10), perusahaan teknologi raksasa dari Korea Selatan Samsung mengumumkan adanya penurunan laba sebesar 32%. Pembuat smartphone terbesar di dunia tersebut mengatakan keuntungan dari bisnis pembuatan mikroprosesornya merosot sebab harga global dari chip jatuh karena melemahnya permintaan untuk elektronik dari konsumen.
“Penurunan (saham) perusahaan chip menunjukkan penurunan ekspor yang lebih dalam ke depannya," kata Analis riset Nomura Sonal Varma dan Si Ying Toh, Selasa (11/10).