Keputusan Tokyo ini, bagaimanapun, muncul setelah AS pada bulan Oktober memberlakukan pembatasan besar-besaran pada ekspor alat pembuat chip ke China. Kebijakan ini diambil Gedung Putih dengan alasan kekhawatiran bahwa Beijing berencana menggunakan semikonduktor canggih untuk meningkatkan kekuatan militernya.
Sementara Jepang adalah sekutu utama Washington di Asia Pasifik dan memerlukan peran negeri Sakura agar upaya pembatasan terhadap industri semikonduktor China dapat berjalan efektif.
Sebagai informasi, selain Jepang, Belanda pada Januari lalu juga memberlakukan kebijakan membatasi ekspor peralatan pembuat chip ke China yang dapat digunakan untuk memproduksi chip sub-14 nanometer.
Beda sikap, Tokyo tidak pernah secara terbuka mengakui bahwa ada kesepakatan di balik kebijakan pembatasan ekspor ini.
Chip nanometer ini mengacu pada teknologi industri semikonduktor dengan performa lebih canggih.
Pemerintah Belanda dalam sepucuk surat kepada parlemen negara itu bulan ini juga mengatakan akan membatasi ekspor peralatan pembuat chip. Perusahaan Belanda, ASML, mendominasi pasar untuk sistem litografi yang digunakan untuk membuat sirkuit kecil di dalam chip.
Adapun respon Beijing menuduh AS melakukan upaya hegemoni teknologi dengan kebijakan pembatasan ekspornya. China juga mendesak Belanda untuk tidak mengikuti langkah kontrol ekspor yang digaungkan tersebut.
Dengan keputusan Jepang dan Belanda menahan ekspor chip semikonduktor, pasar sektor teknologi di tahun ini bisa jadi akan lebih bergejolak, terutama semakin memperkeruh perseteruan China-AS. (ADF)