IDXChannel - Perusahaan raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS), Google, mengejutkan publik dengan isu monopoli yang membelit mereka. Adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI yang pertama kali menerbitkan gugatan anti-monopoli di Indonesia terhadap perusahaan pimpinan Sundar Pichai itu.
Menurut KPPU, mengutip website mereka, pada 15 September 2022, Google diduga melakukan penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat, dan praktik diskriminasi dalam distribusi aplikasi digital di Indonesia.
Dalam pengamatan KPPU, perusahaan yang didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin ini mewajibkan penggunaan Google Play Billing (GPB) di berbagai aplikasi tertentu.
Mengutip laman resminya, Google Play billing adalah sistem penagihan Google Play sebagai tempat penyedia layanan yang memungkinkan para pengembang aplikasi menjual produk dan konten digital pada sistem Android.
Dalam hal ini, pengembang aplikasi yang dimaksud kebanyakan adalah dari industri startup atau perusahaan teknologi rintisan.
Kebijakan yang dikeluarkan google dan upaya investigasi KPPU mendapat tanggapan yang beragam. Tim Riset IDX Channel melakukan beberapa penelusuran terkait praktik monopoli google ini, termasuk dampaknya terhadap industri startup Tanah Air.
‘Monopoli’ Ekosistem Digital
Kata monopoli tengah lekat mengarah pada perusahaan teknologi raksasa itu. Tak hanya di Indonesia, melainkan juga di beberapa negara.
Di negara asalnya, Amerika Serikat (AS), Google nyatanya juga menerima gugatan serupa, terkait dakwaan antitrust law oleh Departemen Kehakiman (DOJ) negeri Paman Sam.
Kasus antimonopoli melawan Google ini sudah diajukan sejak tahun 2020. Perkembangan terakhir, mengutip website Departemen Kehakiman, masih dalam proses pengadilan.
Disebutkan bahwa persidangan tidak akan dimulai sampai tahun depan, tetapi minggu lalu pengacara dari DOJ dan Google mulai memaparkan pandangan mereka dalam sidang pendahuluan.
Menurut Charlotte Slaiman, pengacara antimonopoli dan direktur kebijakan persaingan di sebuah lembaga nirlaba, mengatakan kepada Marketplace, gugatan akan berkisar pada dominasi Google di pasar mesin pencari dan kontrak yang membantunya mempertahankan dominasi itu.
“Ada berbagai perjanjian eksklusif bagi Google untuk menjadi mesin telusur default, dan itu telah menghalangi pesaing untuk menawarkan produk mereka sebagai gantinya,” kata Slaiman dalam sebuah wawancara dengan Sabri Ben-Achour dari Marketplace.
Diketahui bahwa Google selama ini telah membayar miliaran dolar AS setiap tahun kepada produsen alat telekomunikasi seperti Apple, Samsung Electronics dan raksasa telekomunikasi lainnya untuk secara ilegal mempertahankan posisinya sebagai mesin pencari, menurut Departemen Kehakiman AS.
Pengacara Departemen Kehakiman AS, Kenneth Dintzer, tidak mengungkapkan berapa banyak yang dihabiskan Google untuk menduduki posisi sebagai mesin pencari default di sebagian besar browser dan semua ponsel di AS. Ia hanya menggambarkan pembayaran itu mencakup angka yang sangat besar.
“Google menginvestasikan miliaran dolar untuk mengatur mesin pencari mereka sebagai default dan mengetahui orang tidak akan mengubahnya. Mereka membeli eksklusivitas default karena ini sangat penting,” kata Dintzer selama sidang di Washington mengutip Fortune pada September lalu.
Di Indonesia sendiri, dominasi Google Play Store cukup kuat bagi pengembang atau developer aplikasi. Hal ini karena mayoritas pengguna aplikasi di Indonesia mengunduhnya di Google Play Store.
Adapun dakwaan KPPU terhadap Google menyebut, Google Play Store menjadi platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 93%.
Menanggapi pernyataan KPPU ini, Google Indonesia sempat memberikan klarifikasi kepada tim IDX Channel.
Menurut Humas Google Indonesia, lebih dari 10.000 perusahaan berhasil membangun bisnis yang sukses di Android dan Google Play. Sementara ada lebih dari 150 juta konsumen yang membuka Google Play untuk mencari aplikasi dan game berkualitas setiap bulannya.
Adapun Google Play disebut mendukung developer mengembangkan bisnis dengan menghubungkan kepada 2,5+ miliar orang di seluruh dunia secara instan dan mudah.
Di samping itu, juga memudahkan developer bertransaksi dengan konsumen melalui ratusan metode pembayaran lokal dan memungkinkan developer meraih pendapatan lebih dari USD120 miliar secara global dari Google Play per Q2 2021.
“Google juga telah memastikan bahwa developer memiliki akses ke alat-alat terbaru untuk membantu mengembangkan bisnis, seperti pengoptimalan listing di app store dan proses penyediaan aplikasi, pengujian beta, serta analisis,” kata Humas Google Indonesia dalam keterangan resmi tertulis ke IDXChannel.com, pada 14 Oktober 2022.
Biaya Platform Selangit
Dalam konteks di Indonesia, seorang executive industri startup Indonesia menjelaskan kepada tim IDX Channel tentang dominasi yang memberatkan ini. Terutama terkait kebijakan kewajiban Google Play Billing (GPB).
Dalam sebuah wawancara eksklusif, executive industri startup Indonesia ini memaparkan, dominasi Google melalui GBP dengan mematok 15% hingga 30% dari nilai transaksi.
Nilai transaksi yang dimaksud adalah pembelian yang terjadi di Google Play Store. Di antaranya, item digital, layanan langganan aplikasi, fungsi atau konten aplikasi, software dan layanan Cloud.