PPKM Darurat: Sektor Ritel, Hotel dan Restoran Alami Beban Berat
Pandemi Covid telah meluluh lantakkan beragam sektor, tak terkecuali sektor ritel, hotel dan restoran.
IDXChannel - Pandemi Covid telah meluluh lantakkan beragam sektor, tak terkecuali sektor ritel, hotel dan restoran. Terlebih sejak adanya kebijakan PPKM darurat yang diimplementasikan pemerintah mulai 3 Juli hingga 25 Juli 2021 lalu, dampaknya terhadap ketiga sektor tersebut sangat terasa.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, bisnis ritel pada triwulan ketiga tahun 2020 terpantau masih baik. Sokongan sektor ritel untuk PDB pada triwulan dan tahun yang sama juga menunjukkan sektor ini telah berkontribusi sebesar 12,83 %.
Terpuruknya sektor ritel diungkap Ketua Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia), Roy Mandey. Roy mengatakan penurunan pengunjung sejak diberlakukan PPKM darurat sudah mencapai 28 – 30 %. Turunnya jumlah pengunjung, diduga Roy diakibatkan adanya multitafsir dari pihak pemerintah daerah maupun provinsi tentang kebijakan PPKM darurat.
“Saya melihat adanya multi tafsir. Mengapa? Karena banyak dari pemerintah daerah atau provinsi yang justru menutup pasar swalayan di masa PPKM darurat ini. Padahal, pemerintah pusat tidak menginstruksikan itu dan hanya menginstruksikan untuk mengatur jam operasionalnya saja,” kata Roy kepada MPI, Sabtu (23/7/2021).
Hal ini tentunya amat disayangkan, karena masyarakat menjadi semakin terbatas dalam memperoleh kebutuhan sehari-hari terutama bahan makanan. Roy menambahkan justru seharusnya pasar swalayan tetap dibuka selama PPKM darurat ini.
Sebab, pasar swalayan merupakan sektor esensial dan bukan merupakan klaster pandemi. Selama 15 bulan pandemi berlangsung, penerapan protokol kesehatan yang ada di pasar swalayan maupun sektor ritel lainnya juga sudah diterapkan secara ketat.
Ketika ditanya terkait jumlah peritel yang gulung tikar, Roy menyebut angka fantastis. “Pada tahun 2020, ada sekitar 5 – 6 toko per hari yang tutup. Atau, jika ditotal jumlahnya ada sekitar 1.300 toko sepanjang tahun lalu. Per Januari hingga Mei 2021 ini, rata-rata ada 1 sampai 2 toko yang tutup per harinya,” tukas dia.
Roy memprediksi, jumlah toko ritel yang tutup akibat PPKM darurat ini akan lebih meningkat. Begitu juga untuk IPR (Indeks Penjualan Riil). Roy menyatakan bahwa angka IPR sektor retail juga alami terjun bebas.
Pada April 2021, IPR nya masih berada di angka 17,3 %. Di bulan Mei, angkanya turun drastis dengan hanya menjadi 3,2 %. Prediksinya angka itu akan lebih merosot lagi pada Juni. Bahkan, akan mencapai minus 20 % di bulan Juli.
Roy juga menyebut data seputar sektor ritel pangan yang sudah tergerus sekitar 40 – 45 %. Dia menuturkan, sektor non pangan alami penurunan lebih dalam lagi, yakni 90 – 95 %.
“Meskipun ritel pangan masih bisa berjualan saat ini, namun nilai yang dibelanjakan masyarakat juga jauh menurun, bahkan lebih dari 50 %. Ini sungguh memprihatinkan, sebab toko tidak mendapat suatu produktivitas,” ujar Roy.
Kini strategi yang dijalankannya adalah dengan melakukan efsiensi sebaik mungkin, terutama untuk listrik.
Hotel & Restoran Ikut Terdampak
Tak berbeda jauh dengan kondisi di sektor ritel, suasana hati para pengusaha hotel dan restoran juga sama gusarnya.
Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Kota Bogor, Yuno Abeta mengatakan bahwa tingkat keterisian kamar hotel di Bogor kini tak sampai 10 %. Atau kurang lebih berada di angka 8,3 %.
“Bisnis kami tertekan dan belum ada bayangan sampai kapan,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai seorang dokter dan pebisnis ini.
Padahal, ia sudah optimis jika kondisi lebih baik akan terjadi di tahun 2021. Sebab, kasus infeksi Covid-19 sudah berangsur berkurang.
Namun, badai kembali menerjang akibat masuknya varian Delta ke Indonesia sejak Juni lalu. “Saya sudah merasa. Hancur nih kita. Ternyata benar saja,” lanjutnya. Sementara itu, total karyawan yang dirumahkan tanpa dibayar per Senin (19/7/2021) sudah mencapai 50 %.
Untuk membuat usaha restoran tetap hidup, Yuno memberikan promo dan diskon untuk menggaet pembeli.
Bahkan, ketika kota Bogor menerapkan ketentuan ganjil genap bagi kendaraan, ia juga membuat promo ganjil genap untuk restorannya. Tapi, tetap saja strategi itu tidak bisa banyak menolong untuk mendongkrak pendapatan.
Nano Indrapraja, Ketua PHRI BPC (Badan Pimpinan Cabang) Cianjur mmengakui bahwa memang sektor hotel jauh lebih terpuruk dibandingkan dengan restoran. Pada restoran, pengusaha masih bisa mengandalkan layanan pemesanan secara daring.
Namun, lain cerita untuk hotel. Lebih parah dari di Bogor, tingkat hunian hotel di kabupaten Cianjur sudah dikatakan hebat jika bisa mencapai 5 % atau 10 % saja. “Jumlah pengunjung, khususnya di akhir pekan bisa berkurang sebanyak 95 %. Hidup segan, mati tak mau,” ungkap dia kepada MPI. (SNP)