"Ekonomi domestik yang relatif kuat juga terekam pada indikator perbankan sebagaimana terlihat pada pertumbuhan kredit (bank umum) yang masih cukup baik, yaitu sebesar 8,96 persen (yoy) meski melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya (11 persen yoy)," berdasarkan laporan OJK.
Pertumbuhan kredit tersebut turut didorong oleh membaiknya aktivitas usaha dan meningkatnya tingkat keyakinan (optimisme) konsumen.
Selain itu, DPK juga masih tumbuh sebesar 6,54 persen (yoy) atau sedikit melambat dari tahun sebelumnya sebesar 6,77 persen (yoy).
"Perlambatan DPK antara lain dipengaruhi oleh pertumbuhan DPK yang tinggi pada masa pandemi yang di antaranya disebabkan terbatasnya konsumsi masyarakat (misalnya berkurangnya belanja untuk kebutuhan sandang, transportasi, dan wisata), tingginya surplus di beberapa perusahaan korporasi (high base effect DPK tahun 2022)," menurut laporan OJK.
Di samping itu, karena meningkatnya konsumsi masyarakat seiring dengan penyesuaian status pandemi menjadi endemi, peralihan arus dana non-residen ke luar seiring tingginya suku bunga global, serta dampak dari instrumen alternatif penempatan dana selain DPK yang semakin atraktif.
Perlambatan DPK dan kredit juga disebabkan adanya aksi sebagian korporasi yang melakukan self financing dengan menggunakan surplus cashflow di perbankan untuk membiayai kebutuhan belanja operasional. Hal tersebut sejalan dengan perlambatan pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) dibanding tahun lalu.
"Kondisi likuiditas bank umum masih cukup memadai, tercermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 115,37 persen dan 25,83 persen, masih jauh di atas threshold," jelasnya.
Tingkat permodalan juga cukup solid dengan CAR sebesar 27,33 persen yang utamanya ditopang perbaikan tingkat rentabilitas (ROA) yang antara lain karena membaiknya tingkat efisiensi perbankan.
Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross dan NPL net yang menurun dan relatif stabil masing-masing menjadi 2,43 persen dan 0,77 persen.