Selain itu, kata Bhima, surplus perdagangan berisiko turun pada 2023 karena harga-harga komoditas sudah mulai mengalami penurunan. Sehingga ancaman resesi pun juga harus dipertimbangkan.
Dia memperkirakan, untuk tahun depan, BI masih memiliki 3-4 kali ruang untuk menaikkan suku bunga.
"Tentu ini berdasarkan kondisi inflasi di Amerika Serikat karena sepertinya The Fed masih akan tetap agresif menurunkan inflasi dengan menaikkan tingkat suku bunga," jelasnya.
Bhima melanjutkan, jika Bank Indonesia tidak segera mengantisipasi kebijakan The Fed, dikhawatirkan akan terjadi capital outflow karena menyempitnya spread antara imbal hasil US treasury dengan SBN atau surat berharga negara.
Namun sambung Bhima, BI tidak hanya bisa mengandalkan suku bunga untuk mengimbangi tekanan the fed. Melainkan juga harus terus mendorong devisa hasil ekspor agar segera dikonversi dan menetap di perbankan domestik untuk menambah likuiditas valas.