SRBI dinilai menarik karena memiliki karakteristik yang cukup unik, yaitu SRBI menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN), diterbitkan tanpa warkat, diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto, dapat dipindahtangankan dan dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar sekunder, serta suku bunga yang ditawarkan SRBI menggunakan variable rate tender.
Dalam pelaksanaannya, SRBI diharapkan dapat diimplementasikan pada 15 September 2023. Pada tahap awal, SRBI akan diterbitkan pada tenor 6, 9, dan 12 bulan dengan jadwal dan hasil lelang yang akan diumumkan di situs BI.
Penerbitan SRBI ini akan dilakukan secara lelang dengan bank umum menjadi operasi peserta pasar terbuka konvensional dan SRBI bisa dipindahtangankan serta ditransaksikan di pasar sekunder.
Perry menambahkan, SRBI akan semakin memutarkan likuiditas di pasar uang dan karenanya ini juga kita harapkan kita yakini akan menarik investasi portofolio.
Selain menerbitkan SRBI, berbagai upaya juga dilakukan bank sentral untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, guna memitigasi kenaikan suku bunga AS atau Federal Funds Rate (FFR) dan mata uang dolar AS yang kuat.
"Bagaimana memitigasi kenaikan Fed Funds Rate, strong dollar, satu intervensi di spot dan DNDF, kedua memperbanyak mengimplementasikan instrumen penempatan DHE SDA," tuturnya.
Intervensi di pasar valas difokuskan pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Upaya tersebut merupakan bagian dari langkah BI untuk terus memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
Terlebih lagi, Perry memperkirakan Amerika Serikat masih akan menaikkan FFR pada September 2023 dengan satu kali kenaikan, namun ada potensi risiko untuk dua kali kenaikan.
(FRI)