BPR dan BPRS Didorong IPO, Ketua Perbarindo: Itu Dambaan Kami Semua!

IDXChannel - Pemerintah terus mendorong Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) untuk dapat memperkuat permodalannya demi mendukung penguatan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) nasional. Salah satunya lewat dibukanya peluang bagi BPR dan BPRS untuk meraup pendanaan dari pasar modal lewat lewat Penawaran Umum Perdana Saham (Initial Public Offering/IPO).
"(Peluang melakukan IPO) Itu adalah dambaan kami semua di BPR dan BPRS, karena itu satu peluang besar untuk kami bisa memperkuat permodalan," ujar Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Joko Suyanto, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Sabtu (18/6/2022).
Urusan penguatan permodalan memang selama ini masih menjadi salah satu masalah utama dalam bisnis BPR dan BPRS. Hal ini terkait Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015, yang menetapkan bahwa modal inti minimum BPR sebesar Rp6 miliar dan wajib dipenuhi paling lambat 31 Desember 2024 mendatang.
Padahal, per awal Januari 2022 lalu, dari total 1.631 BPR yang ada di Indonesia, masih ada sekitar 501 BPR, atau sekitar 30,7 persen dari total keseluruhan, yang modal intinya masih di bawah Rp6 miliar. Namun, pelaksanaan IPO menurut Joko tidak hanya semata-mata untuk menaikkan permodalan BPR saja.
Dorong Pemulihan Ekonomi, BPR Bank Jombang Gandeng Fintech Kerjasama Pembiayaan Produktif
"Dengan go public, BPR juga sangat diuntungkan terkait insentif pajak, meningkatkan nilai perusahaan, meningkatkan market awareness, menumbuhkan loyalitas karyawan hingga meningkatkan good corporate governance (GCG) perusahaan," tutur Joko.
Meski demikian, selain keuntungan, Joko juga menekankan ada sejumlah tantangan yang harus diperhatikan BPR ketika memutuskan untuk bakal go public. Beberapa diantaranya adalah potensi delusi kepemilikan yang berdampak pada kontrol atas perusahaan, transparansi dan pelaporan yang harus dilakukan secara profesional, biaya-biaya yang terkait dengan pasar modal, hingga market pressure dan juga regulasi dan pemenuhannya.
"Itu tantangan. Soal regulasi dan penggunaannya, lalu ditambah lagi bila sekarang sudah njelimet, nanti akan makin njelimet lagi ketika kita sudah IPO," tegas Joko. (TSA)