sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Digitalisasi dan Hijrah Penuhi Ceruk Besar Perbankan Syariah 

Banking editor Desi Angriani
26/05/2023 16:01 WIB
Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam ekonomi dan keuangan syariah dunia asalkan penduduk muslim di negeri ini hijrah menggunakan perbankan syariah.
Digitalisasi dan Hijrah Penuhi Ceruk Besar Perbankan Syariah (Foto: MNC Media)
Digitalisasi dan Hijrah Penuhi Ceruk Besar Perbankan Syariah (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam ekonomi dan keuangan syariah dunia. Asalkan mayoritas penduduk muslim di negeri ini hijrah berjamaah menggunakan seluruh instrumen keuangan syariah.

Merujuk laporan The Royal Islamic Strategic Studies Center, jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam mencapai 237,56 juta jiwa atau 86,7% dari total penduduk.

Ceruk besar tersebut perlu diisi dengan menggenjot literasi, digitalisasi hingga diferensiasi produk dari sektor keuangan syariah itu sendiri.

Sayangnya, indeks inklusi keuangan syariah baru mencapai 12,12% atau tertinggal jauh dari indeks keuangan secara umum yang mencapai 85,10% berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022.

Padahal literasi keuangan merupakan faktor intrinsik yang mempengaruhi dan memotivasi masyarakat untuk mencari informasi dan bertindak berdasarkan apa yang mereka ketahui. Sehingga peningkatan indeks literasi keuangan syariah sangat diperlukan.

Saat ini pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia baru 10,69% dengan total aset (tidak termasuk saham syariah) sebesar Rp2.375 triliun di 2022.

Rinciannya, pangsa pasar aset perbankan syariah 7,09%, industri keuangan non bank (IKNB) syariah 4,73%, dan pasar modal 18,27%, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pangsa pasar tersebut tercatat dengan komposisi industri yang terdiri dari 13 Bank Umum Syariah (BUS) dengan pangsa sebesar 66,14 persen dari total industri perbankan syariah, 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan pangsa 31,39 persen, dan 166 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dengan pangsa 2,47 persen.

Kenapa pangsa pasar modal syariah menjadi komposisi paling besar? karena terdapat sukuk negara di dalamnya. Pemerintah menggunakan pasar modal untuk melakukan penerbitan surat berharga negara sehingga investor surat berharga pun turut mengalami peningkatan.

Setiap kali pemerintah melakukan penerbitan instrumen keuangan syariah, jumlah investor baru selalu bertambah sekitar 30-40%. Dari investor baru tersebut, sekitar 50% adalah generasi milenial. 

Advisor OJK Ahmad Buchori dalam acara Sharia Economic & Financial Outlook (ShEFO) menyebut, meski pangsa pasar masih rendah, pertumbuhan aset, pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah lebih tinggi dibandingkan bank konvensional.

Aset perbankan syariah tumbuh 15,63% atau sebesar Rp802,26 triliun pada 2022. Aset IKNB syariah tumbuh 21,66% atau sebesar Rp146 triliun dan pasar modal syariah tumbuh 15,54 % atau sebesar Rp1.427 triliun.

Dari segi pembiayaan, perbankan syariah lebih banyak dimanfaatkan untuk perdagangan, sektor konstruksi, pengolahan, pertanian, dan kehutanan.

"Kami melihat dari pertumbuhannya insya Allah syariah relatif lebih tinggi dibandingkan bank konvensional," imbuh dia.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mencatat banyak negara non muslim mulai mempraktikan sistem keuangan syariah yang bersifat inklusif. 

Salah satunya London, yang kini menjadi pusat bisnis dan keuangan syariah di kawasan Eropa. Bahkan, Inggris telah memiliki instrumen likuiditas berbasis syariah.

Berdasarkan laporan refinitiv dan IC, keuangan syariah global diprediksi terus naik lebih dari USD3,609 pada 2024. Peningkatan ini tidak hanya melalui perbankan syariah, tapi juga melalui pasar modal dan fintech syariah.

Bola Panas Spin Off Unit Syariah

Industri perbankan nasional sebelumnya sempat kalang kabut dengan kewajiban pemisahan bisnis (spin off) terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) yang dimiliki agar dapat berdiri sendiri sebagai Bank Umum Syariah (BUS).

Semula kewajiban tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, di mana spin off berlaku selambat-lambatnya sebelum 2023 berakhir jika asetnya sudah 50% dari induk.

Kini bola panas spin off tersebut diatur dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) dengan mandat pengaturan berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini akhirnya menjadi angin segar bagi industri perbankan untuk mempersiapkan diri. 

Terdapat 20 bank umum atau konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS)  dengan jumlah kantor UUS mencapai 445 unit yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dari jumlah itu, 12 USS belum siap memisahkan diri dari induknya lantaran mayoritas masih didominasi oleh UUS Bank Pembangunan Daerah (BPD). 

Namun, terdapat beberapa Bank Umum Konvensional (BUK) yang memilih melakukan konversi ketimbang spin off, misalnya Bank Aceh Syariah dan Bank Nusa Tenggara Barat Syariah.

Anggota Komisi XI DPR RI Ela Siti Nuryamah menilai, unit usaha syariah memang perlu disapih agar bisa mendorong pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.

Jika industri belum siap dari sisi modal hingga infrastruktur, maka hanya akan menghasilkan bank syariah yang tidak memiliki daya saing. 

"Maka kami di parlemen menangkap kegelisahan ini dan mencoba mencari jalan tengah agar tidak malah kontraproduktif dalam pengembangan industri keuangan syariah di Tanah Air," tegas Siti Nuryamah pada Kamis (29/9/2022).

Harapan pemerintah, pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia dapat meningkat dengan kewajiban spin off. 
Namun dalam prosesnya banyak tantangan berupa pemenuhan total aset, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur hingga kesediaan dari pemegang saham BUK.

Namun Unit Usaha Syariah perlu menyiapkan beberapa hal agar spin off dapat berjalan dengan baik. Di antaranya memiliki modal inti minimal Rp1 Triliun. Jika ingin bersaing lebih baik, sebaiknya Bank Umum Syariah (BUS) memiliki modal inti minimal Rp3 Triliun. 

Kemudian memiliki total aset yang cukup. Indikator total aset yang cukup dikembalikan kepada masing-masing bank, salah satunya bisa menggunakan indikator proporsi aset terhadap bank induk.

Lalu memiliki tren tingkat kesehatan bank dengan predikat sangat sehat serta infrastruktur yang mendukung akselerasi bisnis BUS, termasuk kesiapan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).

Terakhir, memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan induknya sehingga dapat melakukan sinergi (leveraging) dalam berbagai lini, kecuali dalam hal struktur manajemen dan permodalan.

Sementara itu, Head Shariah Banking Maybank Indonesia Romy Buchari menilai perbankan syariah di Indonesia dapat dikelola melalui dua pola bisnis, yakni pola bank umum syariah (BUS) atau full-fledged shariah bank. 

Ini berdiri sebagai satu entitas dan memiliki jaringan operasional kantor cabang, pemasaran, dan distribusi tersendiri. 

Kedua, lewat pola unit usaha syariah (UUS) yang berdiri dan beroperasi menginduk kepada bank konvensional. Pola UUS pun, katanya, terbukti mampu mengangkat pertumbuhan perbankan syariah.

Ia bilang keberadaan USS dapat membantu pemain-pemain dari berbagai macam background untuk masuk dan membesarkan unit syariah. Dengan begitu, porsi aset berbagai Unit Usaha Syariah (USS) di Indonesia dapat terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan. 

Adapun porsi USS Maybank Syariah dari total aset Maybank terus meningkat dari 18 persen pada 2018 menjadi 25 persen pada 2021. Kemudian naik 26 persen pada kuartal III-2023.

Aset Syariah MBI mencapai 26% dari total aset Bank atau tertinggi di Tanah Air. Posisi likuiditas yang lebih kuat akibat fokus menggenjot pendanaan murah pertumbuhan CASA sebesar 37% (YoY).

"Secara umun UUS memiliki porsi aset yang lebih tinggi terhadap bank induk,” katanya dalam media briefing Maybank Indonesia, di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Ia menambahkan, perbankan syariah bisa menjadi sistem keuangan yang bisa diakses dan dimanfaatkan oleh semua kalangan dengan melengkapi infrastruktur digital bagi semua lini layanan dan produk kepada nasabah.

Untuk memenuhi kebutuhan nasabah, perbankan syariah juga perlu menyiapkan sejumlah produk unik di antaranya Leasing (Ijarah/IMBT) Pembiayaan dengan skema dan manfaat yang sama dengan leasing.

Kemudian RPSIA (Restricted Profit Sharing Investment Account) Produk investasi untuk membiayai usaha/proyek nasabah secara langsung, dimana risiko ditanggung pemilik dana/investor.

Untuk Tabungan dan Setoran Haji, hanya boleh dilakukan melalui bank Syariah serta memiliki produk Gadai dan Pembiayaan Pembelian Emas.

"Situasi pandemi seyogianya menjadi sebuah window of opportunity bagi UUS untuk mencetak pertumbuhan lebih tinggi melalui digitalisasi tanpa harus membangun infrastruktur yang sangat mahal," pungkas dia.

(DES)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement