IDXChannel - Babak baru kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank kini melanda beberapa bank regional di Amerika Serikat (AS).
Di saat psikologi pasar masih belum sepenuhnya pulih dampak berita ini, pemerintah AS menegaskan tidak ada opsi bail-out untuk SVB yang baru saja ambruk dalam kurun waktu 48 jam.
Pernyataan yang dirilis oleh Menteri Keuangan AS Janet L. Yellen, Ketua The Federal Reserve Jerome H. Powell, dan Ketua Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), Martin J. Gruenberg menyatakan pemerintah akan mengambil tindakan tegas untuk melindungi ekonomi AS dengan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem perbankan.
“Langkah ini akan memastikan bahwa sistem perbankan AS terus menjalankan peran vitalnya dalam melindungi simpanan dan menyediakan akses kredit ke rumah tangga dan bisnis dengan cara yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan,” tulis pernyataan resmi tersebut.
Setelah menerima rekomendasi dari dewan FDIC dan The Federal Reserve, dan berkonsultasi dengan Presiden, Menkeu Yellen menyetujui tindakan yang memungkinkan FDIC untuk menyelesaikan persoalan SVB dengan cara yang sepenuhnya melindungi semua deposan.
Deposan atau nasabah dijamin akan memiliki akses ke semua uang mereka mulai Senin, 13 Maret.
Namun, pernyataan otoritas AS ini juga memunculkan kekhawatiran yang meluas di kalangan banyak nasabah bank lain. Pada gilirannya, ini akan berisiko meningkatkan aktivitas withdrawal atau lebih parah, bank run.
Waspada 'Bank Run'
Runtuhnya SVB diawali dengan investor dan deposan mencoba menarik uang mereka sebanyak USD42 miliar dari Silicon Valley Bank (SVB) pada hari Kamis (9/3), sebelum bank tersebut diputuskan pailit oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) sehari berikutnya.
Diberitakan pada 9 Maret, bank berbasis Santa Clara, Sillicon Valley ini memiliki saldo kas negatif sebesar USD958 juta.
Kondisi ini penting untuk diresapi, terutama risiko bank run yang mengintai banyak bank kecil setelah peristiwa SVB dan Signature Bank.
Mengutip Investopedia, bank run terjadi ketika sejumlah besar pelanggan bank atau lembaga keuangan lainnya menarik simpanan mereka secara bersamaan karena kekhawatiran solvabilitas bank.
Semakin banyak orang menarik dana mereka, kemungkinan gagal bayar meningkat dan mendorong lebih banyak orang untuk menarik simpanan mereka. Dalam kasus ekstrem, cadangan bank mungkin tidak cukup untuk menutup penarikan nasabah.
“Sebagian besar bank dapat melunasi nasabah dalam keadaan normal. Masalahnya adalah, hampir tidak ada bank yang dapat bertahan dari bank run penuh, ” kata Steve Sosnick, kepala strategi di Interactive Brokers LLC.
Ketakutan terjadinya bank run pasca runtuhnya SVB terlihat dari rontoknya saham bank-bank regional AS pada perdagangan Senin, (13/3). Amblesnya saham bank kecil AS dipimpin oleh kerugian tajam First Republic Bank yang terdampak efek tular runtuhnya SVB Financial Group dan Signature Bank.
Saham First Republic Bank dikabarkan turun lebih dari 60% pada hari Senin (13/3) setelah ambruknya SVB dan Signature Bank minggu lalu. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sumber: Google Finance
Tak hanya anjloknya saham, runtuhnya SVB mendorong kekhawatiran penarikan uang tunai yang dilakukan oleh para investor dan deposan atau bank run.
Gejolak yang melanda saham bank menyebabkan bank regional termasuk yang paling terpukul karena Indeks Perbankan Regional KBW merosot 11,66% dan menjadi penurunan tertajam sejak Juni 2020.
Aksi jual yang cepat terjadi di pasar saham bahkan ketika Departemen Keuangan, Federal Reserve dan Federal Deposit Insurance Corp. mengatakan bahwa mereka memiliki cukup besar dana backup untuk melindungi simpanan nasabah di seluruh negeri.
“Kegagalan bank terbesar pertama sejak 2020 ini adalah peringatan bagi orang-orang untuk selalu memastikan uang mereka ada di bank yang diasuransikan FDIC dan dalam batas aman FDIC serta mengikuti aturan FDIC,” kata Matthew Goldberg, analis Bankrate.