“Indonesia menempati urutan ke-15 negara yang memiliki surplus tertinggi dari perdagangan dengan AS, sehingga potensi pengenaan tarif tinggi masih minimal untuk 2025,” ungkapnya.
Selain itu, ke depan nilai tukar beberapa negara diprakirakan bergerak cenderung volatile terhadap dolar AS. Banjaran mengatakan bahwa hal tersebut seiring dengan probabilitas The Fed yang lessdovish sehingga menarik investor untuk memiliki greenback.
“Pergerakan currency terhadap dolar AS yang volatil memberikan dampak kepada arah yield obligasi negara berkembang yang diproyeksikan tetap tinggi, seiring dengan meningkatnya risiko ketidakpastian,” tutupnya.
(Shifa Nurhaliza Putri)