sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kisah Uang Baru Rp5.000, dari KH Idham Chalid hingga Tari Gambyong  

Banking editor Tim Litbang MPI
30/08/2022 14:00 WIB
Bank Indonesia mengeluarkan tujuh pecahan Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022. Salah satu di antaranya yaitu uang pecahan Rp5.000.
Kisah Uang Baru Rp5.000, dari KH Idham Chalid hingga Tari Gambyong   (FOTO: MNC Media)
Kisah Uang Baru Rp5.000, dari KH Idham Chalid hingga Tari Gambyong  (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Bank Indonesia mengeluarkan tujuh pecahan Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022. Salah satu di antaranya yaitu uang pecahan Rp5.000. Pada desain baru ini, Bank Indonesia menampilkan sosok pahlawan Dr KH Idham Chalid sebagai gambar utama.

Pada Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022 terdapat tiga aspek penguatan, yaitu desain warna yang lebih tajam, unsur pengamanan yang lebih andal, dan ketahanan bahan uang yang lebih baik. Inovasi tersebut bertujuan agar uang rupiah semakin mudah untuk dikenali ciri keasliannya, nyaman, dan aman untuk digunakan, juga agar lebih sulit untuk dipalsukan sehingga uang rupiah semakin berkualitas dan terpercaya. Selain itu, bisa menjadi kebanggaan bersama sebagai simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemilihan gambar pahlawan pada uang kertas tidak dilakukan sesuai keinginan pihak Bank Indonesia, melainkan berdasarkan keputusan Presiden. Keputusan tersebut tertulis dalam Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2022. Sesuai keputusan itu, dipilih beberapa tokoh pahlawan yang memiliki peran terhadap kemerdekaan Indonesia.

Gambar utama uang Rp5.000 yaitu KH Idham Chalid bersanding dengan lambang Negara burung garuda, gambar kepulauan Indonesia, bunga sedap malam, dan beberapa motif khas Indonesia. Selain menjadi gambar utama, foto KH Idham Chalid juga digunakan sebagai tanda air dalam uang pecahan Rp5.000 itu. Berikut penjelasan gambar pada uang pecahan TE 2022 pecahan Rp5.000.

Biografi KH Idham Chalid

Dr KH Idham Chalid merupakan seorang ulama dan politikus muslim terbaik yang dimiliki Indonesia. Idham Chalid dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar Mesir pada 2 Maret 1957. Ia juga dikenal sebagai tokoh tiga zaman, yaitu zaman kemerdekaan, Orde Lama, dan Orde baru. Idham Chalid dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 November 2011.

Idham Chalid lahir di Satui, Kalimantan Selatan pada 27 Agustus 1921 dari pasangan H. Muhammad Chalid dan Hj. Umi Hani. Setelah menuntut ilmu di Al-Madrasatur Rasyidiyah Amuntai dan lulus pada 1938, Idham Chalid melanjutkan ke Pondok Modern Gontor Ponorogo hingga tahun 1940. Idham Chalid memiliki banyak prestasi saat dirinya muda, antara lain mengajar di Gontor, menjadi Wakil Direktur Kulliyatul Muallimin Al-Islamiyyah (KMI), dan menjadi penerjemah pada beberapa pertemuan alim ulama dan Jepang.

Pada pertengahan 1944, Idham Chalid kembali ke Amuntai. Di sana ia mengabdi di bidang pendidikan dan pengajaran dan ditunjuk para ulama di Amuntai untuk memimpin Al-Madrasatur Rasyidiyah.

Idham Chalid juga terlibat aktif dalam gerakan kemerdekaan melawan penjajah. Dirinya tercatat sebagai Sekretaris Panitia Kemerdekaan Indonesia Daerah (Hulu Sungai Utara) di Amuntai dan menjadi Ketua Partai Masyumi Amuntai. Dari partai itulah, Idham Chalid naik ke pentas politik nasional hingga menjabat beberapa jabatan bergengsi di Indonesia serta di Nahdlatul Ulama (NU).


Beberapa jabatan yang penah diemban Idham Chalid antara lain Dewan Daerah Banjar, Anggota Parlemen RIS, Wakil Perdana Menteri II dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II, Kabinet Djuanda, Menteri Ex Officio dalam Kabinet Karya, Menko Kesra dalam Kabinet Dwikora, Menteri Kesra dalam Kabinet Ampera, Wakil Ketua II MPRS, Menteri Sosial Ad Interen, Menteri Negara Koordinator Kesra dalam Kabinet Pembangunan I, Ketua DPR/MPR RI, Ketua DPA RI, Anggota Dewan Pertimbangan MUI, Ketua Umum PBNU sejak 1956 hingga 1984.

Idham Chalid meninggal dunia pada 11 Juli 2010 di Jakarta dalam usia 88 tahun. Ia dimakamkan di Cisarua, Bogor.

Tarian Gambyong

Gambyong merupakan tari tradisional asal Surakarta dan biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau menyambut tamu. Gambyong memiliki berbagai macam koreografi, yang paling dikenal yaitu Tari Gambyong Pareanom dan Tari Gambyong Pangkur. Namun, tarian ini memiliki gerakan dasar yang sama yaitu gerakan tayub. Pada dasarnya tarian ini ditarikan oleh penari tunggal, tapi kini lebih sering dibawakan oleh beberapa penari dengan menambahkan unsur blocking panggung.

Pada uang pecahan Rp5.000, Tari Gambyong ini digambarkan oleh seorang wanita dengan warna ungu yang dominan di antara warna cokelat uang. Penari diberi warna hitam putih membuat kesan seimbang dengan warna ungu. (RRD)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement