sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Melihat Arah Suku Bunga Bank Sentral Jelang Akhir Kuartal I-2024

Banking editor Maulina Ulfa - Riset
19/03/2024 03:39 WIB
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) dan pertemuan FThe Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS) menjadi perhatian pasar selama pekan ini.
Melihat Arah Suku Bunga Bank Sentral Jelang Akhir Kuartal I-2024. (Foto: MNC Media)
Melihat Arah Suku Bunga Bank Sentral Jelang Akhir Kuartal I-2024. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) dan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS) menjadi perhatian pasar selama pekan ini.

BI menggelar RDG pada Selasa dan Rabu (19-20 Maret 2024) dan mengumumkan suku bunga acuan alias BI Rate pada Rabu esok hari. Sementara itu, rapat kebijakan The Fed juga berlangsung pada periode yang sama.

Sebelum RDG BI dan pertemuan The Fed, sejumlah bank sentral utama dunia telah mengumumkan arah kebijakan suku bunga mereka lebih awal.

Di antaranya, Reserve Bank of Australia yang mempertahankan suku bunga di 4,35 persen selama pertemuan bulan Maret pada Selasa (19/3/2024).

Di hari yang sama, Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ), telah secara resmi mengakhiri era suku bunga negatif pada pertemuan dua hari yang berakhir Selasa (19/3/2024).

Bank sentral negeri Sakura tersebut akhirnya memutuskan suku bunga acuan naik dari -0,1 persen ke kisaran 0 persen sampai dengan 0,1 persen. Ini merupakan kenaikan suku bunga pertama di Jepang sejak 2007.

Sebelumnya,  BI juga menahan suku bunga acuan atau BI rate di level 6 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 20-21 Februari 2024.

Pada 7 Maret 2024, European Central Bank juga memutuskan untuk mempertahankan tingkat tiga suku bunga utama ECB tidak berubah di tengah inflasi yang semakin menurun. (Lihat tabel di bawah ini.)

Tak ketinggalan, Bank of England (BoE) di Inggris juga mempertahankan tingkat suku bunga tidak berubah.

Dalam proyeksi ECB terbaru, inflasi di Eropa juga telah direvisi turun, khususnya untuk tahun 2024 yang sebagian besar mencerminkan kontribusi yang lebih rendah dari harga energi.

ECB memprediksi inflasi Eropa rata-rata akan sebesar 2,3 persen pada tahun 2024, 2,0 persen pada tahun 2025, dan 1,9 persen pada tahun 2026.

Namun demikian, meskipun sebagian besar ukuran inflasi telah berkurang, tekanan harga dalam negeri masih tetap tinggi, sebagian disebabkan oleh kuatnya pertumbuhan upah.

Kondisi pendanaan sangat terbatas dan kenaikan suku bunga di masa lalu terus membebani permintaan, sehingga membantu menekan inflasi.

Keputusan sejumlah bank sentral terkait kebijakan suku bunga pekan ini cukup menjadi petunjuk bagi para investor khususnya adalah arah The Fed yang sangat sensitif bagi pasar.

Prediksi BI Rate Tak Berubah

Jajak pendapat Reuters terhadap 30 ekonom pada tanggal 12-16 Maret juga memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 6 persen esok hari.

Perkiraan median menunjukkan suku bunga tetap bertahan hingga setidaknya akhir Maret, diikuti oleh penurunan 25 basis poin di setiap kuartal hingga akhir tahun sebesar 5,25 peren.

Saat ini, tingkat inflasi Indonesia tetap berada dalam kisaran target bank sentral sebesar 1,5 persen-3,5 persen sejak bulan Juli, menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga kumulatif sebesar 250 basis poin berhasil.

Rupiah, meskipun melemah 1,4 persen terhadap dolar pada tahun ini, kinerjanya lebih baik dibandingkan mata uang Asia lainnya.

Dengan terkendalinya inflasi, bank sentral memiliki ruang untuk membiarkan kebijakannya tidak berubah dalam waktu dekat.

Hal ini juga sejalan dengan ekspektasi The Fed untuk memangkas suku bunga fed fund sebesar 75 bps pada tahun ini.

“Kami mempertahankan perkiraan kami mengenai penurunan suku bunga pertama yang dilakukan BI pada pertemuan bulan Juni setelah The Fed mengumumkan penurunan suku bunganya yang pertama pada bulan Mei,”kata Kunal Kundu, ekonom di Societe Generale.

Kunal menyebut bahwa keputusan kebijakan BI terutama dipengaruhi oleh tindakan The Fed dan penundaan apa pun yang dilakukan oleh The Fed mungkin akan mempengaruhi penurunan suku bunga BI.

Kunal menambahkan, mengingat tingginya ketergantungan mereka pada kepemilikan asing atas obligasi pemerintah, kebijakan moneter mereka terus dipandu oleh pergerakan mata uang dan imbal hasil obligasi. Sementara data inflasi belum terlalu akan berdampak pada pasar kecuali jika naik terlalu tinggi dan terlalu cepat.

Menurut Reuters, mayoritas ekonom, 17 dari 29 ekonom, memperkirakan setidaknya satu kali penurunan suku bunga pada kuartal berikutnya. Selain itu, sebanyak 14 ekonom memperkirakan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen dan tiga ekonom sebesar 5,5 persen. Sementara, 12 sisanya melihatnya tersisa di 6 persen.

“Risikonya sebagian besar berasal dari sisi eksternal, yaitu inflasi AS mungkin tetap lebih tinggi dari perkiraan, yang akan menyebabkan penurunan suku bunga tertunda,” kata Elbert Timothy Lasiman, ekonom di Bank Central Asia (BBCA) yang memperkirakan tidak ada perubahan suku bunga.

Para ekonom melihat dampak pemilu presiden di Indonesia juga masih sangat terbatas.

Hasil penghitungan suara saat ini, Prabowo Subianto kemungkinan besar akan menjadi pemenang dan mengikuti kebijakan pemerintahan petahana Joko Widodo (Jokowi).

“Karena kebijakan ekonomi saat ini kemungkinan akan berlanjut di bawah pemerintahan Prabowo, dampaknya terhadap kebijakan moneter dan kebijakan fiskal akan terbatas,” kata Jeemin Bang, ekonom asosiasi di Moody’s Analytics.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement