sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Perbankan RI Masih Perkasa Jelang Pengumuman Suku Bunga The Fed

Banking editor Maulina Ulfa - Riset
20/09/2022 14:15 WIB
Meski waspada kenaikan suku bunga, NPL dan penyaluran kredit perbankan RI masih moncer.
Perbankan RI Masih Perkasa Jelang Pengumuman Suku Bunga The Fed. (Foto: MNC Media)
Perbankan RI Masih Perkasa Jelang Pengumuman Suku Bunga The Fed. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve diperkirakan bersikap hawkish dengan menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin pada pertemuan kebijakan pada 20 hingga 21 September 2022 mendatang. Namun, tidak sedikit yang memperkirakan kenaikan akan mencapai 100 basis poin.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan Bank Indonesia jika Fed menaikkan suku bunga acuannya.

"Kalau Fed rate naik 50-75 basis poin lagi maka BI mungkin perlu naikkan bunga acuan 50 bps atau 0.5% untuk jaga rupiah tidak melemah terhadap dolar AS," ujar Bhima kepada MPI, Senin (19/9/2022).

Bhima menambahkan di sisi lain mitigasi terhadap pelambatan penyaluran kredit dan naiknya risiko kredit macet harus diantisipasi. 

"BI tidak bisa sendirian harus sinergi dengan pemerintah," tukasnya.

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen.

Sebelumnya, terjadi peningkatan kredit perbankan yang signifikan pada Juni 2022. Kredit perbankan di bulan tersebut bertambah Rp164,49 triliun secara month to month (bulanan).

Sementara itu, kredit macet perbankan atau Non-Performance Lending (NPL) per Mei 2022 berada pada level 3,04 persen. Nilai ini mendaki 0,04 persen dari bulan sebelumnya sebesar 3 persen. Sementara pada Juni, rasio NPL menurun menjadi 2,86.

NPL Rendah, Sektor Perbankan RI Masih Perkasa

Di tengah ketar-ketir kenaikan suku bunga the Fed, sektor perbankan masih menunjukkan taringnya dengan menjaga kualitas kreditnya. Bahkan sejumlah bank besar optimistis rasio kredit bermasalah atau NPL akan mengecil di penghujung tahun. 

Secara historis, kinerja NPL menunjukkan tren positif sejak awal tahun. Rasio NPL terpantau terus turun month to month dari Januari hingga Maret 2022.

Di hantui resesi AS, pada periode April hingga Mei NPL tercatat kembali meningkat berada di presentase 3% pada April dan 3,04 pada bulan Mei. Adapun memasuki Juni, NPL terjun menjadi hanya 2,86% yang berarti bagus terhadap kondisi sektor perbankan Tanah Air. (Lihat tabel di bawah ini).

BI menyatakan kondisi menjadi sinyal bagus yang menunjukkan ketahanan sistem keuangan tetap terjaga baik dari sisi permodalan maupun likuiditas. 

Sebagai informasi, menurut data BI, permodalan perbankan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Juni 2022 tetap tinggi sebesar 24,66%. Seiring dengan kuatnya permodalan, risiko tetap terkendali yang tercermin dari rasiokredit bermasalah yang tercatat rendah.

Di AS sendiri, meskipun dibayangi oleh inflasi yang tak kunjung mereda, kredit perbankan masih terpantau kuat. Mengutip website the Fed, pertumbuhan pinjaman bank tetap kuat, dengan total volume pinjaman untuk industri tumbuh lebih dari 30 persen sejak 2013.

Pinjaman komersial dan industri (C&I) dan pinjaman real estat non-perumahan juga mengalami pertumbuhan terkuat.

Rasio kredit bermasalah per Juni 2022 juga tercatat kecil mencapai 1,2%, dibandingkan pada kuartal sebelumnya. AS pernah mencatatkan NPL tertinggi pasca krisis 2008, mencapai angka 7,5% pada Maret 2010 dan rekor terendah sebesar 1,2% pada Juni 2022.

Meski demikian, BI tetap mengingatkan sejumlah faktor risiko yang perlu diwaspadai. Baik dari sisi kondisi makro domestik maupun gejolak eksternal, terutama potensi dampaknya pada laju pemulihan intermediasi ke depan. (ADF)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement