IDXChannel - PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re menanggapi hasil pemeringkatan yang dirilis Fitch Ratings. Lembaga pemeringkat tersebut menurunkan peringkat Insurer Financial Strength (IFS) BUMN di sektor asuransi itu ke 'B' dari 'BB+'.
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu menegaskan telah melakukan sejumlah langkah strategis untuk meningkatkan kualitas dan performa bisnis. Dia bilang industri asuransi yang dalam beberapa tahun terakhir dihadapkan pada sejumlah tantangan.
Selain itu, Fitch juga menurunkan peringkat nasional IFS perusahaan ke ‘BBB (idn)’ dari ‘AA-(idn)’. Hasil pemeringkatan itu ditetapkan Fitch Ratings dengan memberikan sejumlah faktor atau alasan yang menjadi dasar penilaian.
Salah satu faktor yang disebut Fitch adalah hasil underwriting Indonesia Re yang mengalami kerugian dalam tiga tahun terakhir, termasuk hingga September 2022. Kondisi ini dipicu oleh tingginya klaim dari bisnis asuransi kredit.
Benny mengatakan Indonesia Re pada 2022 telah melakukan peningkatan kualitas kinerja dengan mengupayakan hasil underwriting yang jauh lebih baik. Hasil net underwriting Indonesia Re untuk posisi 31 Desember 2021 tercatat minus Rp445,04 miliar, sedangkan per posisi 30 September 2022 Rp10,84 miliar.
Dengan begitu, tegas Benny, terjadi pertumbuhan net underwriting sebesar Rp445,88 miliar atau meningkat sebesar 102,44% pada periode itu.
"Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa strategi peningkatan portofolio bisnis telah berhasil diterapkan. Kami tidak setuju (dengan penilaian Fitch) bahwa Indonesia Re memiliki 'Kinerja Underwriting yang Lemah," ungkap Benny, Senin (19/12/2022).
Menurutnya, Indonesia Re telah mengurangi portofolio asuransi kredit sejak 2018. Hal itu merupakan bagian dari strategi peningkatan portofolio Indonesia Re.
Selain itu, Indonesia Re sudah menerapkan perhitungan cadangan jangka panjang untuk asuransi kredit, lini bisnis yang menyumbang sekitar 1,77% dari total premi bruto perusahaan.
Indonesia Re pun telah mengadopsi triangulasi untuk bisnis fakultatif dan klaim kerugian tunai untuk bisnis treaty, sedangkan untuk klaim non-cash loss (SOA), perseroan menggunakan simulasi frekuensi dan tingkat keterlambatan laporan SOA.
Sementara untuk bisnis reasuransi jiwa, lanjut Benny, pihaknya telah menerapkan metodologi cadangan praktik terbaik untuk cadangan premi dan cadangan IBNR. Untuk produk jangka panjang seperti Credit Life, Indonesia Re juga menggunakan metode GPV untuk cadangan premi dan chain ladder untuk IBNR.
"Dan reasuransi jiwa juga menggunakan software aktuaria sejak 2018 untuk menghitung GPV bagi cadangan premi," kata dia.
Benny juga menanggapi keraguan Fitch terhadap realisasi suntikan modal dari pemerintah Indonesia, melalui Kementerian BUMN ke Indonesia Re. Menurut lembaga pemeringkat ini, pemerintah dalam 5 tahun terakhir tidak mendukung posisi permodalan perseroan.
Benny menegaskan bahwa Kementerian BUMN telah memberikan sinyal positif terkait dukungan penambahan setoran modal ke Indonesia Re pada 2023. "Saat ini kami sedang menunggu surat resmi Kementerian BUMN terkait dukungan penambahan modal," tegasnya.
Dia menegaskan dalam 5 tahun terakhir Kementerian BUMN telah memberikan dukungan kepada BUMN Asuransi seperti Jamkrindo dan Askrindo melalui penyertaan modal negara atau PMN.
Lebih lanjut, Benny juga merespons penilaian Fitch terkait transparansi laporan kinerja keuangan perusahaan. Dia menegaskan bahwa Indonesia Re telah menerbitkan atau mempublikasikan laporan keuangan baik di laman resmi atau website perusahaan maupun surat kabar.
Publikasi itu, tegasnya, dilakukan setiap tahun secara transparan sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Selain itu, Indonesia Re secara rutin menerbitkan laporan tahunan yang memuat penjelasan kinerja perusahaan.
"Serta laporan keuangan kuartalan yang mempublikasikan saldo-saldo penting perusahaan," kata Benny. (NIA)