IDXChannel - Skor kredit yang termuat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK) dinilai menjadi hambatan utama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memiliki rumah. Rencana pemutihan SLIK OJK pun diusulkan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai, skor kredit bukan satu-satunya faktor yang menghambat masyarakat kelas bawah mengakses KPR subsidi. Meski dia mengakui SLIK OJK bisa menyulitkan, akar persoalannya justru terletak pada faktor lain.
"Sepertinya bukan itu saja, bukan SLIK OJK saja yang membuat mereka enggak bisa dapat kredit. Kalau dihapus pun mereka sebagian besar masih enggak mampu," kata Purbaya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Purbaya enggan menyebut masalah utama persoalan KPR subsidi. Kementerian Keuangan, kata dia, akan mempelajari dan menginvestigasi lebih lanjut terkait masalah ini, untuk memastikan kebijakan yang diambil tepat dan efektif.
"Jadi akan kita pelajari lebih lanjut apakah itu demand (permintaan)-nya lemah atau memang ada hambatan yang lain," katanya.
Sementara itu, Menteri PKP, Maruarar Sirait kembali mendesak pemutihan data SLIK OJK untuk calon peserta program rumah subsidi.
Maruarar menyebut, temuan di lapangan menunjukkan banyak masyarakat di berbagai daerah kesulitan mendapatkan KPR karena skor kredit yang rendah. Menurut dia, masalah ini ditemukan di sejumlah provinsi besar, termasuk Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur, serta Sulawesi Selatan dan Bali.
"Itu saya temukan banyak masukan karena kami sering turun ke lapangan. Kami menemukan itu kendala-kendalanya. Di Sumatera Utara, di Sulawesi Selatan, di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, kita menemukan itu salah satu kendala rakyat untuk bisa mendaftar untuk memiliki rumah subsidi," katanya.
Maruarar mengatakan, kebijakan SLIK bukan kewenangannya, meski dia berharap ada penyelesaian segera. Dia menambahkan, isu SLIK OJK sudah dibahas empat kali dengan OJK, perbankan, Menko Perekonomian, dan Menkeu, namun belum menemukan titik terang.
(Rahmat Fiansyah)