Krisis moneter pun melanda Indonesia pada 1998 dan menghantam kestabilan BCA. Saat itu, para nasabah BCA melakukan penarikan besar-besaran atau bank rush karena dianggap tidak bisa beroperasi kedepannya.
Hal tersebut memaksa BCA untuk masuk ke dalam program rekapitalisasi dan restrukturisasi melalui BPPN atau Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Program tersebut membuat 92,8% saham BCA dikuasai oleh Pemerintah. Namun, di awal 2000, nilai kepemilikan saham tersebut berkurang menjadi 70,3%.
Hal tersebut terjadi karena BPPN melakukan divestasi sebesar 22,5% dari keseluruhan saham BCA lewat IPO atau Initial Public Offering. Pada 2005, nilai kepemilikan saham BCA oleh Pemerintah turun drastis menjadi 5,02%.
Proses rekapitulasi BCA terjadi pada awal 2000 dan membuat BCA mengembangkan berbagai sistem bisnis yang baru. Pada 2007, BCA sukses meluncurkan sebuah kartu prabayar Flazz dan mulai mendigitalisasi bisnisnya dengan membuat layanan mobile banking, debit, internet banking, dan lainnya.
Untuk saat ini, BCA telah memiliki beberapa anak perusahaan yang mencakup berbagai sektor bisnis dan menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.
Itulah beberapa kisah mengenai sejarah bank BCA dari awal pendiriannya hingga sekarang.