sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Tinggalkan Kerja Kantoran, Julaeha Raup Cuan Berlimpah dari Bisnis Kue Basah

Banking editor taufan sukma
30/04/2024 21:21 WIB
Julay bahkan mengaku bahwa bisa dibilang sebagian besar dari waktu-waktunya di rumah dihabiskan di dapur untuk memasak.
Tinggalkan Kerja Kantoran, Julaeha Raup Cuan Berlimpah dari Bisnis Kue Basah (foto: MNC Media)
Tinggalkan Kerja Kantoran, Julaeha Raup Cuan Berlimpah dari Bisnis Kue Basah (foto: MNC Media)

IDXChannel - "Nil sine magno labore vita dedit mortalibus (Hidup tak akan memberikan apa pun kepada mereka yang tak bekerja keras)."

Pesan tersebut disampaikan oleh Horatius, salah satu sastrawan besar dalam Kekaisaran Romawi yang hidup pada abad terakhir sebelum Masehi (before century/BC).

Semangat yang coba diajarkan oleh Horatius tersebut, sepertinya, sama dan sebangun dengan prinsip hidup yang diterapkan oleh pasangan suami-istri asal Bojonggede, Siti Julaeha dan Amung Subekti.

"Namanya hidup, suka nggak suka, ya harus dijalani. Mungkin memang tidak sesuai dengan rencana dan keinginan kita. Tapi semua sudah diatur (oleh Tuhan). Sudah ada jalannya. Tinggal tugas kita untuk menjalaninya dengan kerja keras," ujar Julaeha, saat ditemui di kediamannya, di kawasan Pasar Bojonggede Lama, Kabupaten Bogor.

Kue Basah

Sehari-harinya, wanita yang akrab disapa Teh Julay ini menjalankan bisnis kue basah, yang dijualnya di depan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ikhwanul Muslimin, Bojonggede.

Setiap pagi, mulai Pk.06.30 WIB Julay sudah sibuk melayani pelanggan yang membeli berbagai kue basah yang dijualnya. Total sedikitnya ada 15 jenis aneka kue basah yang ditawarkan, dengan harga bervariasi, berkisar Rp1.500 sampai Rp2.500 per item.

Dan tak perlu waktu lama bagi Julay untuk menjual habis seluruh barang dagangannya. Dengan jumlah stok masing-masing varian kue basah tersedia sekitar 50 pcs hingga 100 pcs per hari, biasanya tak lebih dari Pk.09.00 WIB kue dagangan Julay sudah ludes tak bersisa.

"Maksimal jam 9 pagi, sudah habis. Biasanya kalau pun belum (habis), langsung saya bagi-bagiin, biasanya ke rumah-rumah dhuafa, atau ke ustadz-ustadz pengajarnya anak saya di MI (Ikhawanul Muslimin. Abis itu, terus pulang, istirahat sebentar, jam 10 (mulai) produksi lagi," tutur Julay.

Kerja Kantoran

Meski dagangan kue basahnya selalu laris manis, menurut Julay, pada dasarnya dia bukan merupakan sosok yang suka memasak. Bahkan, Julay juga mengaku tak pernah sekali pun terbersit pemikiran bahwa suatu saat bakal menekuni bisnis kue basah, seperti yang dijalaninya saat ini.

Julay menjelaskan bahwa sebelum merintis usaha kue basah sejak 2017 lalu, dirinya dan suami sama-sama merupakan pekerja kantoran, dengan bergabung sebagai staf di perusahaan distributor handphone, PT Global Teleshop.

"Saya (bekerja) di (kantor) pusat. Kalau suami di bagian distribusinya. Kami semua orang kantoran. Cuma saat itu orang tua mulai sakit-sakitan, sehingga saya harus menemani, termasuk mengantar untuk berobat ke rumah sakit," ungkap Julay.

Lantaran harus menjaga dan menemani orang tua tersebut lah, alasan yang membuat Julay dan suami akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya di kantor, yang telah ditekuninya selama lebih dari 15 tahun.

Selepas mengundurkan diri dari pekerjaan, Julay dan suami pun terpaksa harus memutar otak demi mencari penghasilan, sembari tetap bisa menjaga dan menemani orang tua yang sedang sakit.

Tak terhitung banyaknya jenis usaha yang coba digeluti oleh Julay dan suami. Mulai dari membuka counter pulsa, berdagang aneka kebutuhan pokok, bahkan hingga berjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara eceran juga pernah dilakoni Julay dan suami.

Puding

"(Bisnis) Apaan aja kita coba, yang penting jadi duit dan halal. Sampai satu saat, saya iseng tuh bikin puding untuk anak saya yang bontot. Waktu itu dia masih TK. Sambil untuk anak saya, sebagian lagi iseng-iseng saya tawarin ke tetangga, ke teman-teman sekolah anak saya, eh alhamdulillah laku. Banyak yang suka," papar Julay.

Sejak saat itu, secara bertahap produk dagangan Julay pun semakin bertambah, mulai dari kue putu ayu, nona manis, risol, brownies, gabin, pay dan berbagai macam lagi varian kue basah yang lain.

Selain memperbanyak varian kue yang dijual, Julay pun juga mulai memberanikan diri menyewa lapak untuk berjualan. Dan pada akhirnya, dipilih lah lokasi yang dirasa strategis, yaitu di depan MI Ikhwanul Muslimin, tempat anak-anaknya bersekolah.

"Tadinya ditawarin untuk buka di kantin. Cuma saya pikir, berarti yang beli cuma bocah-bocah dan guru di situ dong. Makanya saya nggak mau, dan pilih di depan (sekolah) saja, biar pembeli dari luar juga bisa beli," tukas Julay.

COVID-19

Sayang, saat grafik penjualan kue basahnya mulai menanjak, Julay dan suami harus menerima kenyataan terkait adanya pandemi COVID-19 sejak 2020 lalu. Dengan ketatnya peraturan berkegiatan saat itu, tentu Julay tidak bisa lagi berjualan secara langsung.

Namun, Julay tak patah arang. Strategi baru pun dijalankan, yaitu dengan menawarkan kue basah dagangannya secara pre-order (PO) dan kemudian dikirimkan secara langsung ke rumah-rumah pelanggan.

Dan strategi tersebut rupanya terbukti jitu. Dengan aktivitas yang serba terbatas, di mana masyarakat saat itu diminta untuk sebisa mungkin hanya berkegiatan di rumah, maka orderan yang masuk ke Julay malah meningkat tajam.

"Karena orang kan mau ke mana-mana susah. Beli makan, beli segala macam susah. Makanya akhirnya banyak order ke saya. Mulai dari kue basah, lontong, bolen, sampai makanan-makanan berat, juga banyak diorder. Nanti siang sampai sore, pas sudah matang, suami keliling antar pesanan ke pembeli. Saya lanjut produksi lagi," urai Julay.

Sejak saat itu, Julay bahkan mengaku bahwa bisa dibilang sebagian besar dari waktu-waktunya di rumah dihabiskan di dapur untuk memasak. Hal ini seiring dengan makin banyaknya pesanan yang diterima, sehingga aktivitas produksi pun terus berjalan dan silih berganti, bergantian menurut jenis kue yang akan dibuat.

Cuan Berlimpah

Dari laris-manisnya kue basah dagangannya tersebut, Julay menyebut omzet yang dapat diraupnya dalam sehari, berkisar antara Rp800 ribu hingga Rp1 juta, dengan durasi berjualan maksimal tiga jam saja setiap harinya.

Nilai omzet tersebut, bahkan disebut Julay, masih hanya menghitung penjualan yang rutin dilakukan secara langsung di lapaknya, di depan MI Ikhwanul Muslimin.

Artinya, nilai tersebut belum memasukkan perkiraan pendapatan dari jenis penjualan yang didapat dari pesanan khusus para pelanggan.

"Kalau (pesanan) yang masih ratusan (item), sekitar 100-200 pcs, itu tiap hari pasti ada. Tapi di luar itu ada juga yang pesanannya sampai ribuan item. Misal total 2.000 atau 3.000 pcs, dengan lima macam kue, gitu. Nah (omzet) dari situ belum termasuk, karena kan nilainya nggak tentu," jelas Julay.

Guna menggarap proses produksi yang demikian berlimpah, Julay biasanya dibantu oleh empat karyawan, yang merupakan tetangganya sendiri. Biasanya sejak Pk.05.00 WIB atau ba'da shubuh, para karyawannya ini sudah datang untuk membantu proses produksi.

Namun demikian, Julay menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan kebanyakan hanya proses pembungkusan, atau pemberian toping yang sifatnya ringan saja.

"Kalau soal adonan, semua saya yang bikin. Gak bisa dibantuin, karena itu kan soal resep ya. Biar pun takaran sama, cara masak sama, kalau yang buat berbeda, biasanya rasanya juga beda. Pelanggan juga sudah wanti-wanti, nggak mau beli kalau yang bikin (kueanya) bukan saya," tukas Julay.

KUR BRI

Seiring dengan bisnisnya yang terus berkembang, sejak 2022 lalu Julay pun memberanikan diri untuk mengajukan permohonan pinjaman permodalan dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau Bank BRI.

Saat itu, Julay dikucuri pinjaman modal sebesar Rp50 juta, melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang notabene merupakan program yang digagas pemerintah untuk mendukung kemajuan bisnis para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), seperti Julay.

"Dulu dikasih(pinjaman)nya Rp50 juta. Harusnya baru akan lunas Juli 2024 ini, namun oleh pihak BRI saya dianjurkan untuk top up lagi ke pinjaman yang baru. Ya sudah, karena kan artinya saya dipercaya, maka saya ajukan Rp50 juta lagi. Sempat ditawari untuk lebih besar lagi, tapi saya gak mau," kata Julay.

Ketidakmauan tersebut, dikatakan Julay, karena dirinya dan suami telah menghitung gambaran nilai pinjaman yang dibutuhkannya untuk mengembangkan usaha, yaitu berkisar Rp50 juta itu saja.

Julay tak mau, dengan kebutuhan sebesar itu, lalu pinjaman yang diberikan justru lebih besar lagi, sehingga dikhwatirkan penggunaannya malah tidak efektif, dan bahkan cenderung boros.

"Intinya kan untuk menambah alat-alat masak saja, misal beli oven, beli freezer untuk bikin frozen food, beli kompor yang lebih besar, dan lain-lain. Semoga dengan penambahan ini, produksi bisa makin banyak, sehingga bisnis juga makin berkembang. Insya Allah," tegas Julay.

Pagu 2024

Menyimak kisah Julay dan suami dalam merintis bisnis kue basahnya hingga berkembang sedemikian rupa, seolah memperpanjang catatan keberhasilan Program KUR dalam membantu para pelaku Usaha Mikro, kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia untuk dapat mengembangkan bisnis, sekaligus meraih mimpi-mimpinya.

Karenanya, pemerintah pun tak ragu untuk terus memaksimalkan pengalokasian anggaran negara, guna menopang pelaksanaan Program KUR secara nasional.

Seperti halnya pada 2024 ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian telah memasang target penyaluran hingga mencapai Rp300 triliun sampai akhir tahun.

Dari total target tersebut, BRI sebagai salah satu bank penyalur telah diberikan jatah pagu hingga Rp165 triliun. Dengan pagu tersebut, BRI tercatat sebagai bank penyalur KUR terbesar secara nasional.

"Kami berkomitmen penuh untuk dapat memenuhi target tersebut sebagai bentuk konkret dukungan perusahaan atas pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia," ujar Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, dalam kesempatan terpisah.

Menurut Supari, pihaknya optimistis bahwa target tersebut cukup realistis untuk dipenuhi, mengingat telah tersedianya infrastruktur perusahan secara memadai.

Terlebih, BRI disebut Supari juga telah memiliki sumber pertumbuhan baru melalui Ekosistem Ultra Mikro bersama Pegadaian dan PNM. 

"Dari sisi infrastruktur, saat ini kami telah memiliki BRISPOT yang terus dioptimalisasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan tenaga pemasar (mantri). Lalu, kami juga akan mengoptimalkan potensi dari ekosistem model bisnis baru seperti PARI dan Localoka," tutur Supari.

Di sepanjang 2023 lalu, BRI tercatat berhasil merealisasikan penyaluran Program KUR hingga Rp163,3 triliun. Nominal penyaluran sebesar itu disalurkan kepada sedikitnya 3,5 juta debitur.

"Penyaluran (KUR) mayoritas dari sektor produksi, dengan kontribusi mencapai 57,38 persen terhadap total nilai yang terealisasi," tegas Supari. (TSA)

Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Advertisement
Advertisement