IDXChannel - Berkembangnya transformasi digital telah memberikan dampak negatif bagi industri perbankan. Hasilnya dapat terlihat jelas dari tutupnya 2.593 kantor bank akibat berkurangnya jumlah nasabah yang datang untuk bertransaksi.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Teguh Supangkat, mengatakan, ada fenomena penurunan kantor cabang bank dari 2017 hingga Februari tahun ini.
"Terkait fenomena menurunnya jaringan bank dari 2017 sampai Agustus 2021 terdapat sejumlah 2.593 kantor mengalami penurunan, dan juga ada peningkatan transaksi mobile banking dan internet banking yang naik lebih 300% dari 2016 hingga Agustus 2021, termasuk disini transaksi internet banking dari 2016 sampai agustus 2021 naik besar 50%," katanya dalam Launching Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan secara virtual, Selasa (26/10/2021).
Teguh menambahkan yang mengagetkan adalah transaksi uang elektronik (e-money) melesat 4.000% dari Rp5,28 triliun menjadi Rp204,9 triliun dalam periode 2015-2020.
"Hal lain yang naik adalah transaksi uang elektronik 2015-2020 melesat 4.000% dari Rp 5,28 triliun jadi Rp 204,9 triliun termasuk peningkatan realisasi layanan perbankan elektronik dan digital," ujarnya.
Bahkan dari tahun 2018 ini terdapat realisasi 85, di tahun 2019 ada 112 dan 2020 realisasi 124 layanan perbankan elektronik dan digital. Hal ini meningkatkan number of account dpt sebesar 260 juta di 2018 menjadi 337 juta di 2020, termasuk di sini adalah peningkatan ketersediaan layanan digital onboarding 18 bank yang sediakan layanan digital onboarding tanpa tatap muka langsung.
Dia menjelaskan Indonesia sudah memasuki era baru 4.0 yang ditandai dengan makin meningkatnya konektivitas, interaksi, dan semakin konvergennya manusia, mesin, dan sumber daya saing akibat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Dampaknya mampu mengubah aspek kehidupan manusia.
"Revolusi ini juga membuat bank secara intensif mengkaji ulang model bisnis tradisional dan harus direspons dengan cepat dan efisiensi dengan menawarkan layanan inovatif aman dan sederhana untuk bisa digunakan konsumen dengan baik," katanya.
"Pada 2025 Indonesia berpotensi memiliki e-commerce dengan pertumbuhan tertinggi di ASEAN dengan nilai USD124 miliar didukung potensi pasar yang besar serta transaksi keuangan digital yang meningkat," imbuhnya.
Namun dia mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan IMF, dengan potensi masifnya digitalisasi, ada kewaspadaan yang perlu ditingkatkan terkait dengan keamanan siber.
"Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan IMF mengenai cyber risk di financial sector, estimasi kerugian rata-rata tahunan di keuangan global yang disebabkan serangan siber mencapai USD100 miliar, termasuk data badan siber hingga Juli 2021 ada serangan siber 741,4 juta serangan, hal ini naik 2 kali lipat dibanding seluruh serangan siber yang terdeteksi di 2020 sebanyak 465,3 juta serangan," pungkas Teguh. (TYO)