Jika dilihat dari subsektor, baik PMA maupun PMDN sama-sama menunjukkan dominasi investasi pada industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya dengan nilai Rp196,4 triliun (13,7 persen).
Sektor transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi berada di posisi kedua dengan nilai Rp163,3 triliun (11,4 persen), diikuti pertambangan Rp158,1 triliun (11 persen), jasa lainnya Rp130 triliun (9,1 persen), serta perumahan, kawasan industri, dan perkantoran Rp105,2 triliun (7,3 persen).
Untuk PMA secara spesifik, industri logam dasar tetap menjadi penyumbang terbesar dengan nilai USD10,8 miliar atau 26,8 persen dari total PMA, disusul pertambangan USD3,5 miliar, jasa lainnya USD3,4 miliar, industri kimia dan farmasi USD2,6 miliar, serta transportasi dan telekomunikasi USD2,5 miliar.
Sementara itu, di sisi PMDN, sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi menempati urutan pertama dengan realisasi Rp123,9 triliun (15,7 persen), diikuti pertambangan Rp101,5 triliun (12,8 persen), perdagangan dan reparasi Rp76,2 triliun (9,7 persen), perumahan dan kawasan industri Rp76,1 triliun (9,6 persen), serta jasa lainnya Rp76 triliun (9,6 persen).
Data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menujukan, 5 negara kontributor terbesar PMA Indonesia datang dari Singapura yang menyumbang USD12,6 miliar, Hongkong USD7,3, China USD5,4 miliar, Malaysia USD2,7 miliar, dan Jepang USD2,3 miliar.
(NIA DEVIYANA)