“Inflasi tarif angkutan diperkirakan masih akan dirasakan pada bulan Oktober, melihat beberapa daerah belum melakukan penyesuaian tarif. Namun diharapkan dampaknya tidak akan terlalu besar, mempertimbangkan daerah mulai dapat menjalankan program pengendalian inflasi termasuk bantuan di sektor transportasi maupun logistik, dari penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) maupun belanja wajib 2% Dana Transfer Umum (DTU),” imbuh Airlangga.
Inflasi harga pangan bergejolak (Volatile Food), tercatat mengalami deflasi sebesar -0,79% (MtM) atau 9,02% (YoY). Aneka komoditas hortikultura yang memberikan andil deflasi tertinggi yakni bawang merah, cabai merah dan cabai rawit masing-masing sebesar -0,06%, -0,05% dan -0,02%. Penurunan harga disebabkan tercukupinya pasokan seiring masih berlangsungnya musim panen raya di berbagai daerah sentra produksi. Sementara beras masih mengalami kenaikan pada September dan memberikan andil inflasi 0,04%.
“Beras telah mengalami peningkatan dalam tiga bulan terakhir, sehingga dihimbau bagi seluruh daerah untuk meningkatkan pelaksanaan operasi pasar maupun program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) berkoordinasi dengan Bulog setempat,” sambung Airlangga.
Memperhatikan kondisi ekonomi global yang penuh tantangan bahkan diperkirakan mengalami resesi, kinerja impresif pada aktivitas sektor riil ini menjadi bukti ketahanan ekonomi domestik.
Sebagaimana diketahui, proyeksi pertumbuhan ekonomi global terus dikoreksi, baik oleh IMF maupun Bank Dunia. Terakhir bahkan Bank Dunia merevisi pertumbuhan ekonomi Asia Timur termasuk China menjadi 3,2%, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5%. Kondisi ini berimplikasi pada potensi melemahnya permintaan luar negeri, terutama dari mitra dagang utama Indonesia.