"Meskipun begitu, OPEC+ harus makin menjaga kekompakan selama beberapa tahun ke depan," lanjutnya.
Perselisihan antara Angola dan para pemimpin OPEC dimulai pada Juni 2023. Saat itu, Angola didorong menerima penurunan kuota, sementara para pemimpin OPEC menyetujui peningkatan kuota UEA.
"Peran kami di dalam organisasi tidak lagi dianggap relevan," kata Menteri Sumber Daya Mineral Angola Diamantino Azevedo saat mengumumkan pengunduran diri dari OPEC.
"Ini bukanlah keputusan yang mudah, namun waktunya telah tiba," lanjutnya.
Angola pernah menjadi produsen minyak terbesar di Afrika. Namun, produksinya telah turun sekitar 40% selama delapan tahun terakhir menjadi sekitar 1,14 juta barel per hari karena gagal memelihara ladang-ladang minyak yang sudah tua.
Meskipun cadangan minyak Angola menarik minat perusahaan-perusahaan besar seperti BP Plc, Exxon Mobil Corp dan Chevron Corp, ladang-ladang minyaknya di laut dalam telah menurun lebih cepat dibandingkan ladang-ladang minyak di daratan.