IDXChannel - China masih menjadi negara penyumbang karbon terbesar (MtCO2E) sebesar 12,399.60 sedangkan Indonesia diurutan ke-8 dengan 965,3. Hal tersebut menurut data dari World Resources Institute (WRI Indonesia).
Ini membuat negara-negara lainnya menetapkan pajak karbon dengan dalih mengurangi pelepasan emisi gas karbon.
Ketentuan mengenai pajak karbon di Indonesia sendiri sudah diatur dalam RUU no. 6 Tahun 1983. Wacana pajak karbon yang kini kembali dibahas menurut Hariyadi Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) hal itu tidak relevan saat ini. Ditambah wacana pajak karbon bukan hal yang baru.
“Jadi itu sudah sempat dimunculkan namanya dulu pajak lingkungan tapi tujuannya sama yaitu untuk mengurangi karbon atau emisi gas buang pada waktu dunia usaha. Saat itu saya masih KADIN sebagai wakil ketua umum kebijakan publik sistem moneter, kami menentang, itu sudah jelas bahwa relevansinya terhadap seluruh kegiatan ekonomi membuat daya saing semakin rendah,” ujar Hariyadi Sukamdani di Market Review IDX Channel, Senin (12/7/2021).
Pajak karbon, kata Hariyadi, pemerintah masih belum konsisten terhadap posisi kepentingan nasional dan kesepakatan internasional. Hariyadi kemudian membandingkan dengan Australia yang pada 2014 menarik diri dari kesepakatan pelepasan karbon tersebut.