"Kita support, kan memang SAF itu harus untuk kemudian kita melakukan penggantian dari avtur menjadi SAF. Tinggal dicampur apa nanti, yang kemarin kita tes kan dicampur dengan sawit ya," kata Irfan.
"Kita komitmen mendukung itu, dan asal tahu saja kita airlines satu-satunya di Republik ini yang sudah punya unit sustainability," sambungnya.
Pada kesempatan yang berbeda, Analis Independen Bisnis Penerbangan Nasional, Gatot Rahardjo menuturkan, penggunaan SAF sebagai bahan bakar pesawat masih menyimpan isu besar terkait dampaknya pada harga tiket pesawat.
Menurut Gatot, saat ini masih lebih mahal dari avtur karena melewati proses produksi yang lebih panjang. Belum lagi masalah ketersediaan produk juga harus benar-benar dipastikan karena permintaan akan semakin banyak jika sudah masuk dalam industri penerbangan.
"Ada beberapa tantangan dalam menggunakan SAF, yaitu kontinuitas ketersediaan SAF, harganya (sampai saat ini harganya lebih mahal dari avtur), aturan dan sertifikasi, infrastruktur pendukung, seperti penyelenggaraan di bandara, persepsi publik terkait keselamatan jika menggunakan SAF," ujar Gatot.
(FAY)