"Salah satunya akibat tingkat inflasi global yang tinggi dan gangguan rantai pasok akibat ketidakseimbangan perdagangan," jelasnya.
Selanjutnya adalah depresiasi nilai tukar Rupiah akibat kebijakan moneter di negara maju untuk menaikkan tingkat suku bunga.
"Jadi ada negara yang yang currency-nya depresiasi luar biasa besar dibandingkan dolar AS. Jadi dia hanya duduk-duduk saja, hanya siul-siul saja, produk-produknya harganya jadi murah," ucapnya.
Selain itu menurut Agus, perang antara Ukraina dan Rusia yang berkepanjangan juga patut diwaspadai. Sebab dapat juga mengakibatkan kenaikan harga komoditas, krisis pangan hingga krisis energi.
Kemudian ketidakstabilan permintaan ekspor yang mengakibatkan pengeluaran produksi dan pemutusan hubungan kerja (PHK) turut menjadi tantangan di 2023.