Selain itu, penahanan suku bunga di tingkat 5,75% selama beberapa periode yang lalu terbukti relevan dengan kebutuhan Indonesia. Ryan mengatakan, penyaluran kredit sesuai dengan catatan BI tumbuh hingga 11% (yoy). Bahkan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,31% di tahun 2022.
“BI pun juga yakin dengan instrumen makroprudensial yang dimiliki, di mana BI memberikan insentif bagi Bank yang membiayai UMKM dan sebagainya,” imbuhnya.
Kedua, Ryan mengatakan hal lain yang menjadi pertimbangan oleh Bank Indonesia adalah pergerakan inflasi global yang mulai melandai berdasarkan pertemuan 5 hari International Monetary Fund (IMF) Spring Meetings 2023 pada pekan lalu. Penurunan inflasi global dipicu dengan adanya penurunan inflasi di Amerika Serikat menjadi 5% pada bulan Maret 2023 yang berada di bawah ekspektasi pasar sebesar 5,2%. Hal tersebut turun signifikan bila dibandingkan tingkat inflasi sebelumnya yang mencapai 9,1%.
Terakhir, Ryan mengatakan BI sejauh ini belum melakukan penurunan karena sejalan dengan pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo untuk melakukan pengendalian inflasi upfront atau melakukan pengendalian inflasi dan baru akan menurunkan ketika inflasi mencapai target.
“Ini bisa dilihat dari keputusan BI menaikan suku bunga hingga 50 basis poin (bsp) pada beberapa periode lalu, padahal selama ini hanya 25 bsp. Tapi terlihat inflasi mulai landai. Jadi diharapkan target inflasi BI 3% plus minus 1% bisa dicapai di semester 1 tahun ini,” katanya.
(FRI)