“NFA terus mendorong fasilitasi distribusi jagung dari NTB dan Sulawesi Selatan ke wilayah produsen telur di Jateng, Jatim, dan Lampung, saat ini telah mencapai 1.100 ton dan masih berproses pendistribusian ke Solo Raya 100 ton. Dengan pasokan jagung yang lancar akan dapat menurunkan biaya produksi,” tuturnya.
Upaya stabilisasi harga pakan ini, menurut Arief, harus disikapi melalui kolaborasi bersama stakeholder, termasuk kementerian/lembaga terkait. Berdasarkan Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT), biaya pakan berkontribusi sebesar 67% dari biaya pokok produksi telur, dengan 50% pakan adalah jagung giling.
Lebih lanjut, bantuan pangan telur dan daging ayam untuk menurunkan stunting juga menjadi salah satu langkah strategis untuk mengendalikan keseimbangan harga telur dari hulu hingga hilir.
“Bantuan pangan terus kita dorong, ditingkatkan intensitas penyalurannya melalui BUMN Pangan ID FOOD, karena selain membantu penurunan stunting juga membantu masyarakat mengurangi pengeluaran pembelian telur, selain itu menjaga produksi di tingkat peternak diserap dengan harga yang baik,” ujarnya.
Di samping itu, Arief menilai, apabila kewajaran harga di peternak tidak dijaga, maka bisa berdampak pada menurunnya jumlah peternak, akan banyak peternak mandiri kecil yang tidak berproduksi. Hal ini berujung pada menurunnya produksi telur nasional. "Ini yang kita antisipasi,” pungkas Arief.