"Kalau dari penjualan memang ada penurunan, yang biasa satu minggu ada pesanan sekarang berkurang. Tapi secara umum setiap bulan selalu saja ada pesanan, saya yakin pecinta batik bisa membedakan mana batik hasil tangan dan mana yang hasil cetakan mesin," kata dia.
Baik Kristi dan Ria, keduanya berharap pemerintah membantu para pengrajin batik dari sisi promosi dan permodalan. Sebab, tidak sedikit para pengrajin Batik Tulis Garutan yang telah berhenti karena beragam faktor mulai dari tidak mampu bersaing hingga gagap teknologi dalam memasarkan secara digital dan daring.
"Hanya sedikit minat generasi muda pada Batik Tulis Garutan yang menyebabkan bidang kerajinan ini terkendala regenerasi. Sebagian besar sudah pada tua yang tidak mengerti mengakses teknologi untuk memasarkannya. Kami berharap pemerintah membantu dari segi permodalan dan promosi," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Garut Ridzky Ridznurdhin membenarkan jika produk lokal Garut telah mendunia. "Sudah banyak produk asal Garut yang dijual ke luar negeri seperti jaket kulit, lalu ada kripik dan sale pisang. Batik Tulis Garutan juga ada yang dijual. Hanya kendalanya kami tidak memiliki data pasti terkait berapa jumlah UMKM di Garut sekarang," ujar Ridzky.
Menurut dia, data yang dimiliki Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut tidak terupdate secara rutin oleh berbagai alasan. "Data pelaku UMKM berubah setiap tahun, bisa berkurang bisa bertambah, misal karena ada yang meninggal, ada yang pindah dan lainnya. Selain itu cakupan dan sebarannya luas sehingga menyulitkan bagi kami untuk melakukan pendataan," katanya.