sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Beda Sikap Elon Musk soal Starlink dan Tesla di Indonesia

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
20/05/2024 12:52 WIB
Provider jaringan internet Starlink milik taipan Amerika Serikat (AS) Elon Musk resmi mengudara di Indonesia.
Beda Sikap Elon Musk soal Starlink dan Tesla di Indonesia. (Foto: Instagram Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin/@bgsadikin)
Beda Sikap Elon Musk soal Starlink dan Tesla di Indonesia. (Foto: Instagram Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin/@bgsadikin)

Melansir Reuters, selama ini pemerintah Indonesia berusaha untuk memikat perusahaan otomotif milik Elon Musk, Tesla selama bertahun-tahun.

Pemerintah berupaya untuk menarik minat Musk membangun pabrik kendaraan listrik karena RI punya sumber daya nikel yang melimpah.

Namun, harapan itu tak kunjung terwujud, karena Musk lebih melirik India ketimbang Indonesia.

Musk dikabarkan akan mengumumkan investasi di India sebesar USD2-USD3 miliar untuk pembangunan pabrik Tesla dan 'peta jalan' investasi hingga USD20-30 miliar di India, pada akhir April 2024.

Investasi ini akan menyasar sektor kendaraan listrik alias EV. Ini karena pengembangan EV di Indonesia lebih menjanjikan dibandingkan Indonesia.

Menurut Bain & Company, kendaraan listrik menyumbang sekitar 5 persen dari sektor otomotif India.

Sasaran pemerintah India untuk mencapai 20 hingga 30 persen penjualan kendaraan listrik pada 2030 dapat dicapai jika ada lebih banyak kebijakan pemerintah yang menarik produsen mobil asing.

“Ketika India sebagai pasar mendapat perhatian, semakin banyak pemain dan investasi yang masuk. [Tesla] pasti akan membantu mengembangkan ekosistem dan beberapa konsumen akan memilihnya,” kata CEO MG Motor India Emeritus Rajeev Chaba.

Musk sebelumnya mengatakan dia sangat optimis dengan masa depan India dan melihat negara ini memiliki lebih banyak harapan dibandingkan negara besar mana pun di dunia.

Meski demikian, investasi ke negara Asia Selatan mungkin bukan prioritas Tesla saat ini.

Posisi Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia memang menjadi kekuatan tawar yang paling menjanjikan untuk memikat Tesla.

Namun Indonesia harus melangkah lebih jauh dari itu. Meningkatnya pengawasan terhadap industri nikel di Indonesia yang dianggap merusak lingkungan telah memberikan tekanan untuk meningkatkan standar penambangan dan pengolahan nikel ke arah yang lebih berkelanjutan.

Kelompok lingkungan yang mewakili organisasi masyarakat sipil Indonesia dan AS, telah mendesak Tesla untuk mempertimbangkan kembali rencananya di industri nikel di Indonesia karena dampak buruknya terhadap lingkungan.

Meningkatnya sorotan terhadap industri nikel di Indonesia juga mendorong rantai pasokan kendaraan listrik untuk dikelola lebih bertanggung jawab.

Selama ini, Tesla menggunakan baterai NMC berbasis nikel untuk sebagian besar mobil penumpangnya, seperti Model 3 dan Model Y.

Namun, perusahaan akan mengalihkan teknologi baterai tersebut ke baterai jenis lithium-iron-phosphate (LFP) yang lebih murah.

Badan Energi Internasional melaporkan pada 2022, baterai LFP telah mencapai pangsa tertinggi sepanjang masa dalam dekade terakhir, yaitu sebesar 27 persen dibandingkan dengan 17 persen pada tahun sebelumnya.

Meskipun baterai NMC tetap dominan di pasar, pangsa pasarnya terus menurun dari 76 persen pada 2021 menjadi 66 persen pada 2022.

Penggunaan baterai LFP oleh Tesla juga meningkat dari 20 persen pada 2021 menjadi 30 persen pada 2022 dan diperkirakan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement