Adapun soal pengembangan bisnis lain seperti flare to power, ke depan telah disiapkan skema pemanfaatan flare gas dari kilang minyak milik Pertamina. Nantinya, flare hasil pembuagan gas dari fasilitas produksi itu akan dijadikan sumber energi listrik. Hanya saja untuk proses bisnisnya masih memerlukan waktu menuju komersialisasi.
“Kita kan ada (kilang) Balongan, Cilacap, Plaju, Balikpapan, Dumai. Di sana flarenya bisa dimanfaatkan. Demikian juga di wilayah kerja-wilayah kerja di sektor hulu. Nanti teknologinya dari bisa dari Jepang atau Jerman,” kata sosok yang masuk daftar “40 Under 40 Fortune Indonesia” tahun 2024 itu.
Adapun terkait nilai investasinya, ujar Fadli, untuk pengembangan flare to power ini dibutuhkan anggaran sekitar USD60-100 juta guna menggarap potensi listrik berkapasitas 10-20 MW.
Di sektor kelistrikan, Fadli juga mengungkapkan, Pertamina NRE akan melakukan ekspansi di PLTU Jawa-1. Targetnya, ekspansi ini akan menambah pasokan listrik baru berkapasitas sekitar 800-1.200 MW. “Mesinnya bisa sama, bisa engga. Bahan bakarnya tetap pakai gas sehingga lebih bersih. Nanti lokasinya di samping PLTU Jawa 1, sehingga bakal lebih efisien karena di sana sudah ada FSRU (floating storage regasification unit),” katanya.
Selain itu, Pertamina NRE juga akan terus terlibat dalam pengembangan industri baterai bersama Indonesia Battery Corporation (IBC) serta menjalin kemitraan strategis dengan produsen panel solar Longi Solar asal China untuk membangun fasilitas produksi bersama.
(Febrina Ratna)