sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Belum Sejalan dengan Industri, Ini PR Pemerintah untuk Wujudkan Ekosistem Kendaraan Listrik

Economics editor Atikah Umiyani/MPI
06/02/2023 20:42 WIB
Pada tahun fiskal 2022, kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle, BEV) hanya mencakup 0,16% dari unit penjualan Toyota di seluruh dunia. 
Belum Sejalan dengan Industri, Ini PR Pemerintah untuk Wujudkan Ekosistem Kendaraan Listrik. Foto: MNC Media.
Belum Sejalan dengan Industri, Ini PR Pemerintah untuk Wujudkan Ekosistem Kendaraan Listrik. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Ambisi pemerintah untuk mendorong pengembangan kendaraan listrik (Electric Vehicle, EV) di Indonesia saat ini 
dinilai masih belum sejalan dengan arah bisnis dari para pemain di industri otomotif

Laporan terbaru yang dirilis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menganalisis perusahaan yang menguasai mayoritas pasar Indonesia dan bagaimana langkah bisnis mereka dapat memegaruhi ekspansi EV di dalam negeri.

Analis energi sekaligus penulis laporan Putra Adhiguna mengatakan meski pemerintah tengah mendorong potensi nikel sebagai batu pijakan, langkah tersebut belum cukup memenuhi target ambisius Indonesia.

Untuk kendaraan roda empat ringan (4W), laporan IEEFA menyoroti lima produsen yang menguasai 92% pasar 4W yaitu Honda, Mitsubishi, Suzuki, Toyota, dan anak perusahaannya Daihatsu.

"Rencana elektrifikasi dari pemain industri masih lamban. Para pemain otomotif banyak menekankan pentingnya memberi pilihan kendaraan bagi konsumen, namun opsi all-electric dari mereka hampir tidak bisa ditemukan," tutur Putra dalam peluncuran laporan "Electrifying Indonesia's Road Transport" di Jakarta, Senin (6/2/2023).

Konsentrasi pasar kendaraan roda dua (2W) saat ini bahkan lebih kuat dengan Honda dan Yamaha menguasai 96% pasar. 

Namun rencana elektrifikasi kendaraan mereka sangat jauh dari potensi perusahaan-perusahaan tersebut. 

Pada tahun fiskal 2022, kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle, BEV) hanya mencakup 0,16% dari unit penjualan Toyota di seluruh dunia. 

Sementara penjualan motor listrik Honda sangatlah minim. Langkah positif menuju elektrifikasi memang mulai tampak, namun rencana yang ada tetap terlihat lemah, terlebih untuk pasar-pasar berkembang. 

Laporan IEEFA merujuk pada target agresif yang ditetapkan Indonesia dengan 13 juta motor listrik dan 2,2 juta mobil listrik pada 2030. Namun realisasinya masih tertinggal di belakang beberapa negara tetangga ASEAN lainnya. 

Kompetisi dengan Thailand dalam mobil listrik semakin ketat, sementara Vietnam telah lebih sukses mendorong penggunaan motor listrik.

"Permintaan energi sektor transportasi meningkat pesat dan mencakup seperempat dari emisi gas rumah kaca sektor energi di Indonesia. Pertentangan antara menurun drastisnya produksi minyak dan meningkatnya permintaan akan semakin sulit ditengahi jika tidak dibarengi dengan arah kebijakan yang tegas dari pemerintah," terang Putra.

Dengan kenaikan impor minyak dan subsidi BBM yang kerap fluktuatif, EV dapat membantu menahan laju peningkatan konsumsi BBM dan menurunkan emisi life-cycle, bahkan dalam sistem kelistrikan yang didominasi batu bara seperti Indonesia saat ini. 

Hal tersebut tentunya harus dibarengi dengan komitmen kuat Indonesia untuk menghijaukan sektor kelistrikannya.

Putra juga berpendapat, mendorong penerapan standar fuel economy juga penting untuk menahan laju permintaan BBM dan menurunkan emisi karbon. Hal tersebut cukup lazim diterapkan, namun ketidakhadirannya di Indonesia dapat mengindikasikan komitmen kebijakan yang masih ragu-ragu. 

Inisiatif-inisiatif saat ini utamanya terfokus pada industri EV baru, namun tampak mengesampingkan target fuel economy, termasuk dalam dokumen Nationally Determined Contribution. Fuel economy menunjukkan efisiensi penggunaan bahan bakar terhadap jarak tempuh.

“Konsumsi BBM mobil ringan rata-rata di Indonesia sekitar 40% lebih boros dibanding India, dan hal ini tidak mencerminkan sebuah negara yang khawatir dengan masalah impor minyak. Kebijakan yang mewajibkan target tertentu seperti fuel economy harus segera diterapkan untuk menekan industri otomotif menuju kendaraan yang lebih efisien,” tutur Putra.

Putra juga menilai para pemangku kepentingan seharusnya meminta industri otomotif untuk menyelaraskan arah bisnis mereka dengan kepentingan nasional untuk kendaraan yang lebih efisien, rendah emisi, dan bergerak menuju ke industri EV masa depan. (NIA)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement