Lebih lanjut, Faisol menjelaskan pelanggaran tertinggi adalah kemasan polos tanpa pita cukai dari jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM).
“Hal tersebut akan merugikan produsen rokok legal di Indonesia. Saat ini sudah ada beberapa produsen yang terkena dampaknya, di antaranya beberapa mesin pelinting idle, utilisasi menurun, hingga terdapat pengurangan tenaga kerja yang pada akhirnya akan memengaruhi kesejahteraan pekerja/buruh industri hasil tembakau,” ujar Wamenperin.
Wamenperin juga menyoroti karakter konsumen Indonesia yang lebih memilih rokok dengan harga lebih murah.
”Iklim usaha industri yang kondusif dapat terwujud apabila adanya kerja sama semua pihak antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha dan masyarakat untuk memberantas peredaran rokok ilegal,” katanya.
Untuk itu, Wamenperin mendukung keputusan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa yang tidak menaikkan tarif cukai rokok pada tahun 2026. Menurutnya, tarif cukai rokok yang tinggi dapat mendorong maraknya peredaran rokok ilegal.