sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Biaya Produksi Tinggi, Jadi Penyebab Harga Beras di Indonesia Mahal

Economics editor Advenia Elisabeth/MPI
15/05/2023 16:21 WIB
Petani perlu mendapatkan akses pada input pertanian yang bermutu supaya produksi berasnya bisa bersaing dan harganya lebih terjangkau. 
Biaya Produksi Tinggi, Jadi Penyebab Harga Beras di Indonesia Mahal. Foto: MNC Media.
Biaya Produksi Tinggi, Jadi Penyebab Harga Beras di Indonesia Mahal. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengungkap salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia dalam produksi beras adalah belum efisiennya proses produksi. 

Petani perlu mendapatkan akses pada input pertanian yang bermutu supaya produksi berasnya bisa bersaing dan harganya lebih terjangkau. 

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Azizah Fauzi, mengatakan efisiensi produksi merupakan kunci dari menguatnya daya saing beras produksi nasional. Ongkos produksi yang efisien akan berdampak pada mutu dan harga jualnya di pasar.

"Tingginya harga beras di Indonesia tidak terlepas dari tingginya biaya produksi beras. Struktur biaya pertanian padi di Indonesia terdiri dari biaya sarana produksi, upah tenaga kerja, sewa lahan, dan biaya lainnya. Secara keseluruhan, biaya ini terhitung sekitar 37,75 hingga 42,73 persen dari total pendapatan," jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi dalam keterangannya, Senin (15/5/2023).

Data International Rice Research Institute (IRRI) 2016 menyebut, Indonesia memiliki biaya produksi beras tertinggi, yaitu USD0,34 per kg. Sementara itu, biaya produksi beras di Filipina, India, Thailand, dan Vietnam masing-masing hanya mencapai USD0,25, USD0,21, danUSD0,20, dan USD0,12.

Sepintas, total biaya produksi beras di China dan Indonesia tampak relatif sama tapi memiliki komposisi berbeda. Sementara China lebih fokus pada mekanisasi, seperti operator, hewan, mesin, bahan bakar, dan minyak, Indonesia lebih fokus pada tenaga kerja upahan dan sewa tanah.

“Mayoritas petani Indonesia bukanlah pemilik tanah. Petani Indonesia didominasi petani kecil yang memiliki lahan kurang dari 0,02 hektar dan mereka mengonsumsi lebih banyak dari yang mereka tanam,” tambah Azizah.

Tidak hanya untuk beras, secara umum menurut dia, proses produksi pangan belum efisien, ditambah dengan berbagai tantangan sektor pertanian lainnya, seperti perubahan iklim dan tingginya biaya transportasi, menambah beban konsumen dalam mengonsumsi pangan. 

Terutama mereka yang berpenghasilan rendah karena mereka memiliki kerentanan terhadap kenaikan harga beras.

Oleh karena itu pemerintah perlu mengedepankan perspektif ketahanan pangan dalam pembangunan infrastruktur. 

Pembangunan infrastruktur dengan perspektif ketahanan pangan akan mempermudah logistik dan berdampak pada harga jual, sambil membenahi faktor lain yang menjadi tantangan.

"Selanjutnya, pemerintah perlu meningkatkan investasi bagi riset dan pengembangan pertanian terutama melalui peran petani, swasta, dan akademisi. Hasilnya kemudian perlu dipromosikan secara aktif untuk mempercepat adopsi, terutama melalui program-program penyuluhan pertanian," ujar Azizah.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement