Lebih jauh Levita mengharapkan agar masyarakat justru meniru hal baik yang bisa diambil dari franchise asing agar bisnis lokal juga bisa tampil di kancah internasional. Hal ini mengingat bisnis franchise menyumbang kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Yang baik daripada waralaba internasional yang ada di Indonesia kita ambil, kita pelajari, dan kita duplikasi di bisnis kita. Sehingga bisnis kita makin hari bisa makin berkembang. Seperti kita tahu bersama bahwa warah laba memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia," tuturnya.
Untuk diketahui, gerakan boikot khususnya terhadap brand yang terafiliasi dengan negara Israel memang masih menjadi tren di Indonesia. Jaringan kedai kopi Starbucks misalnya, babak belur karena boikot yang dikumandangkan masyarakat.
Pemegang lisensi waralaba Starbucks Tanah Air, PT Sari Coffee Indonesia bahkan memperkirakan penurunan penjualan akibat sentimen boikot Israel mencapai 35 persen. Padahal perusahaan telah menjelaskan bahwa pemegang lisensi Starbucks di Indonesia saat ini adalah perusahaan lokal.
Starbucks hanyalah salah satu dari banyak merek Barat yang mengalami penurunan pendapatan setelah boikot dan protes atas dukungan mereka terhadap Israel. Di media sosial, beredar daftar puluhan merek yang masuk daftar hitam karena dukungan mereka terhadap Israel.